Minggu, 26 Februari 2017 13:13 WIB

AS Terus Bersaing dengan Rusia

Editor : Yusuf Ibrahim
Donald Trump. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, ingin meningkatkan kapasitas dan teknologi senjata nuklir agar bisa bersaing dengan Rusia.

AS saat ini berlomba dengan Rusia dalam hal kepemilikan senjata nuklir. Pemerintahan Trump kali ini berbeda dengan pemerintahan Barack Obama sebelumnya yang tidak fokus mengembangkan dan menambah kapasitas nuklir. Pemerintahan Trump menginginkan AS menjadi pemenang dalam kepemilikan senjata nuklir di dunia.

“AS tertinggal dalam jumlah cadangan senjata nuklir,” kata Trump dalam wawancara dengan Reuters. Namun, dia mengungkapkan ingin melihat dunia tanpa adanya senjata nuklir. “Saya orang pertama yang ingin melihat semua orang tidak memiliki senjata nuklir.

Namun, kita tidak ingin di belakang negara lain (dalam kepemilikan senjata nuklir). Kita tidak seharusnya tidak pernah tertinggi dalam kemampuan senjata nuklir,” tuturnya.

Trump juga mengungkapkan mimpi tentang tidak ada yang memiliki senjata nuklir merupakan hal yang menakjubkan. “Tetapi jika banyak negara memiliki senjata nuklir, kita akan menjadi yang paling banyak memilikinya,” tutur Trump. Berdasarkan data kelompok antinuklir, Ploughshares Fund, AS tertinggal dalam kepemilikan senjata nuklir.

Pasalnya, Rusia memiliki 7.300 hulu ledak nuklir, tetapi AS hanya memiliki 6.790. Sementara data milik Asosiasi Kontrol Senjata (ACA) menyebutkan AS memiliki 6.800 senjata nuklir, sedangkan Rusia memiliki 7.000.

Mengomentari pernyataan Trump, ACA mengatakan pemerintahan Trump tidak memiliki pemahaman yang baik tentang bahaya senjata nuklir.

“Sejarah Perang Dingin menunjukkan kita bahwa tidak ada yang menjadi pemenang dalam perlombaan senjata dan memperbanyak cadangan senjata nuklir,” kata Direktur Eksekutif ACA Daryl Kimball. “Rusia dan AS memiliki banyak senjata nuklir yang dibutuhkan untuk melancarkan serangan ke negara lain baik yang memiliki senjata nuklir atau tidak,” imbuh Kimball.

Traktat pembatasan senjata strategis baru atau dikenal dengan START antara AS dan Rusia memaksa kedua negara untuk mengurangi cadangan senjata nuklir dalam waktu 10 tahun mendatang mulai 5 Februari 2018.

Traktat itu mengizinkan kedua negara itu hanya memiliki 800 misil balistik antarbenua, kapal selam nuklir, dan pesawat pengebom. Para analis menganggap keinginan Trump sama saja mengabaikan kesepakatan START atau ingin menambah jumlah hulu ledak nuklir.

Dalam wawancara dengan Reuters, Trump menyebut START merupakan “kesepakatan satu pihak”. “Itu merupakan kesepakatan buruk yang telah dibuat negara, apakah itu STAR, apakah kesepakatan Iran. Kita akan membuat kesepakatankesepakatan yang baik,” tuturnya. AS menggelontorkan dana USD1 triliun untuk memodernisasi misil berhulu ledak nuklir yang bisa diluncurkan dari kapal selam, pesawat pengebom, dan peluncur misil.

Namun, para pengamat menyatakan dana tersebut tidak cukup. Mereka menyarankan Trump menambah dana lebih besar untuk menambah jumlah cadangan nuklir. Trump juga mengeluhkan penempatan misil di daratan sebagai pelanggaran Traktat 1987. Padahal traktat tersebut melarang AS dan Rusia menempatkan misil jarak menengah.

“Bagi saya, itu adalah kesepakatan besar,” Trump. Ketika ditanya tentang isu Presiden Rusia Vladimir Putin, Trump mengatakan akan mendiskusikan isu nuklir jika bertemu. Dia mengatakan saat ini belum memiliki jadwal untuk bertemu dengan Putin. Berbicara mengenai uji coba misil jarak jauh Korea Utara (Korut), Trump mengaku sangat marah terhadap Pyongyang.

Dia mengungkapkan akselerasi sistem pertahanan misil bagi aliansi AS seperti Jepang dan Korea Selatan merupakan opsi yang tersedia. “Perundingan akan lebih banyak dari pada membahas sistem pertahanan misil,” katanya. “Kita akan melihat apa yang terjadi. Situasinya sangat berbahaya,” tuturnya.

Saat pertemuan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe dengan Trump awal bulan ini di Florida diganggu dengan peluncuran misil balistik oleh Korut. Berdasarkan laporan media Jepang, pemerintah berniat untuk menempatkan sistem pertahanan misil AS atau dikenal dengan Terminal High Altitude Area Defense atau THAAD, dan Aegis Ashore.

Sistem pertahanan misil THAAD dan Aegis Ashore itu untuk meningkatkan kemampuan Jepang dalam rangka melawan misil balistik Korut. Sumber pemerintah Jepang menyatakan Jepang telah menganggarkan USD1 miliar untuk membeli sistem pertahanan misil tahun lalu.

Menurut pendiri Arm Control Wonk, Jeffrey Lewis, Rusia telah mengembangkan misil berhulu ledak nuklir. Tak mengherankan jika Rusia memiliki kemampuan nuklir yang lebih mumpuni dibandingkan prediksi banyak pihak.

Ditambah lagi dengan peningkatan jumlah cadangan nuklir Rusia yang semakin bertambah. Pada pertengahan 2000-an, Rusia memiliki 24 misil balistik antarbenua. Misil itu memiliki terbang dengan kecepatan hipersonik sekitar 8 km per detik.

Sebagai perbandingkan, misil Minuteman III ICBM milik AS mampu terbang dengan kecepatan hipersonik dan mampu membawa satu hulu ledak. Itu digunakan tentara AS pada 1970-an. Siapa yang lebih baik? Menurut Lewis, para pemimpin Komando Strategis AS yang menangani cadangan nuklir AS mengatakan selama beberapa dekade mereka menghadapi pilihan antara senjata nuklir AS dan Rusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

“Cadangan nuklir AS harus disesuaikan dengan kebutuhan strategis. Jangan sampai nuklir AS hanya akan menjadi sampah,” kata Lewis dilansir Business Insider. Menurut Lewis, senjata nuklir Rusia telah dikembangkan lebih bagus dan selalu diperbarui setiap dekade, sedangkan senjata nuklir AS seperti Ferrari, terkesan cantik, intrik, dan memiliki performa tinggi.

“Senjata nuklir AS seperti Minuteman III ICBM yang sudah berusia tua, tetapi itu tetap menjadi senjata yang hebat,” katanya. Namun demikian, terdapat perbedaan mencolok antara senjata nuklir AS dan Rusia. Menurut Lewis, Rusia lebih suka menempatkan misil nuklir di truk sehingga itu mudah dikenali. Namun, truk memudahkan dalam mobilitas.

“Jika kamu mengembangkan misil dengan peluncur truk, itu 10 kali lebih mahal. Radiasi juga semakin berbahaya,” ujarnya. Selain bersaing dengan Rusia, AS juga berkompetisi dengan China. Washington mengirimkan kapal bertenaga nuklir USS CarlVinsonkeLautChinaSelatan pekan lalu untuk menggelar operasi rutin.

Langkah itu memicu ketegangan dengan China yang juga memiliki senjata nuklir. Beijing memiliki senjata nuklir DF-31A ICBM yang bisa menjangkau jarak hingga 11.200 km. Misil nuklir itu bisa ditempatkan di truk sehingga memiliki mobilitas yang tinggi dan diluncurkan di tempat terbuka. Senjata nuklir itu juga terus dikembangkan menjadi DF- 41 dan DF-5.(exe/ist)


0 Komentar