Minggu, 19 Maret 2017 11:46 WIB

IPW: Kasus Perpeloncoan Rubby Peggy Terjadi Karena Dibiarkan oleh Polres Jakbar

Reporter : Rizky Adytia Editor : Sandi T
Neta S Pane. (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Indonesia Police Watch (IPW) menilai kasus perpeloncoan yang diterima salah seorang tahanan, Rubby Peggy, terjadi lantaran adanya pembiaran oleh pihak Polres Metro Jakarta Barat.

Pembiaran yang dimaksud ialah ketidakpedulian petugas tahanan terhadap hak asasi narapidana.

"Ketidakpedulian petugas tahanan tersebut mengakibatkan adanya tahanan lain yang lebih kuat memperdaya tahanan yang lemah," ucap Presidium IPW, Neta S. Pane saat dihubungi, Minggu (19/3/2017).

Selain itu, Neta menambahkan, perpeloncoan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi dalam ruang tahan itu memang biasa terjadi kepada para tahanan penjara.

"Apalagi jika tahanan itu tidak punya uang, ia seperti tidak punya hak apa pun. Sebaliknya jika seorang tahanan punya uang banyak ia bisa menjadi raja yang mendapat keistimewaan di tahanan," tambah Neta

Namun, bila perpeloncoan tersebut dilakukan oleh tahanan lainya, Neta menghimbau agar korban perpeloncoan tersebut segera melaporkan kepada polisi agar segera di proses.

Sehingga, nantinya para tahanan yang melakukan perpeloncoan tersebut dapat dikenakan hukuman berlapis dan juga dapat menambah masa hukuman para pelaku perpeloncoan tersebut.

"Jika korban tidak melapor polisi harus mengingatkan tahanan yang menjadi pelaku dan menghukumnya di sel isolasi. Tujuannya agar ada efek jera sehingga sesama tahanan bisa saling menghargai hak-hak sebagai manusia," tutupnya.

Sebelumnya, pengacara yang tergabung dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) prihatin terhadap kondisi Rubby Peggy, warga yang diduga sebagai salah seorang pelaku pengeroyokan pendukung calon gubernur Basuki Tjahaja Purnama-Basuki Saiful Hidayat (Ahok-Djarot). Saat menjenguk Ruby di tahanan Polres Jakarta Barat pada Rabu (15/3/2017), ACTA mendapati Rubby hanya mengenakan celana pendek saat shalat. Dia juga tampak telah dibotaki.

Melihat Rubby shalat dengan celana pendek, ACTA langsung melancarkan protes ke Polres Jakarta Barat. Akan tetapi, penyidik mengatakan itu sudah prosedur. "Kami melihat klien kami ini sedang shalat. Namun sempat kami protes. Mereka (Penyidik) mengatakan itu sudah prosedur. Jadi kami protes ketika celana pendek kenapa dipakai untuk shalat. Jadi kami juga telah protes kenapa tidak pakai sarung atau celana panjang," ucap Ali.

ACTA menilai tindakan aparat terhadap Rubby telah termasuk kekerasan psikologis. ACTA pun melaporkan hal tersebut kepada Komnas HAM, Jumat (17/3/2017). "Perlakuan seperti itu bisa melanggar HAM," ujar Wakil Ketua ACTA, Ali Lubis, kepada wartawan saat mengadukan kasus tersebut ke Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat.


0 Komentar