Kamis, 23 Maret 2017 12:42 WIB

Teguh Djuwarno Ditanya Soal Rapat Pembahasan e-KTP

Editor : Sandi T
Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI 2009-2010 Fraksi PAN, Teguh Djuwarno. (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI 2009-2010 Fraksi PAN, Teguh Djuwarno yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK sebagai saksi dalam lanjutan sidang kasus proyek pengadaan e-KTP ditanya soal rapat persetujuan usulan program tersebut.

"Masih inget hal yang berkaitan dengan e-KTP? Itu proyek apa?," tanya Ketua Majelis Hakim John Halasan dalam sidang lanjutan e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (23/3/2017).

"e-KTP adalah program dari Kementerian Dalam Negeri untuk buat single identity number bisa menjadi identitas tunggal," jawab Teguh.

"Apa kaitan Komisi II dengan Kementerian Dalam Negeri?," tanya Hakim John.

"Komisi II bermitra dengan Kementerian Dalam Negeri," jawab Teguh.

"Berapa kali rapat bahas e-KTP?" tanya Hakim John kembali.

"Jumlah rapat e-KTP yang terjadi tentu tidak hafal. Berdasarkan notulen bulan Mei ada dua rapat penting. Pertama rapat kerja dengan Mendagri dengan Komisi II pada 5 Mei 2010 itu rapat usulan anggaran kemudian Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekjen Kemendagri pada 11 Mei 2010," jawab Teguh.

"Peran dan fungsi terkait e-KTP" tanya Hakim John.

"Kalau dari sisi kami, tugas kami pengawas, budgeting, dan legislasi. Pemerintah mengusulkan, komisi yang menyetujui," jawab Teguh.

"Apakah itu disetujui?" tanya Hakim John.

"Pada saat disetujui, saya sudah tidak di Komisi II," jawab Teguh.

Dalam dakwaan disebut bahwa Teguh Djuwarno menerima 167 ribu dolar AS terkait proyek sebesar Rp 5,9 triliun tersebut.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.

Puluhan pihak disebut menikmati aliran dana pengadan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 dari total anggaran sebesar Rp 5,95 triliun.

sumber: antara


0 Komentar