Minggu, 28 Mei 2017 14:10 WIB

"Putri Salju" Hapus Derita Perang Bocah Suriah

Editor : Yusuf Ibrahim
Bocah-bocah di Suriah yang menjadi korban perang. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Sejumlah bocah perempuan Suriah mementaskan dongen Putri Salju dan Tujuh Kurcaci di tempat penampungan.

Mereka melakukan hal itu untuk melupakan mimpi buruk kehidupan di kampung halaman mereka yang terkepung di dekat ibukota Suriah.

Setidaknya 13 anak perempuan Suriah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menghafal baris demi baris cerita dongeng klasik Brothers Grimm itu. Mareka akan tampil di depan penonton yang memadati minggu ini di sekolah dasar di Douma.

"Itu sangat sulit, tapi saya mengingat semua kalimat saya dalam bahasa Inggris," kata seorang bocah perempuan berusia 10 tahun, Afnan, yang memainkan antagonis utama cerita tersebut, sang Ratu.

"Ketika saya beraksi, saya lupa perang yang kita jalani di Douma dan saya merasa bahagia dan penuh harapan," katanya seperti dikutip dari Al Arabiya, Minggu (28/5/2017).

Kampung halaman Afnan adalah ibukota de facto wilayah Ghouta Timur. Daerah itu adalah daerah kantong pejuang Suriah terakhir yang tersisa di dekat Damaskus dan dikepung oleh pasukan pemerintah sejak tahun 2012.

Sampai bulan ini, Ghouta Timur secara teratur telah menjadi target serangan udara dan artileri pemerintah terhadap wilayah pejuang Suriah.

Pemboman itu sering kali melukai atau membunuh anak-anak saat mereka menuju ke pasar jalanan, bermain di luar, atau berjalan ke sekolah.

Namun, langit telah sepi sejak kesepakatan penting awal bulan ini untuk menciptakan empat zona "de-eskalasi" di Suriah, di mana lebih dari 320.000 orang telah terbunuh sejak konflik pecah pada tahun 2011.

Di panggung, karakternya tertelan oleh pencarian akan dara muda yang cantik, namun Afnan mempunyai ambisi sendiri dalam kehidupannya.

"Pelajaran dari cerita itu adalah kecantikan ada di dalam hatimu dan jiwamu, tidak dalam penampilanmu! Saya ingin menjadi dokter, saya ingin berani dan mengobati orang sakit," kata Afnan.

Dengan dekorasi panggung yang berkilauan dan bisikan muram para siswa muda, malam itu hampir saja bisa terjadi di sekolah mana pun di seluruh dunia.

Tapi di tengah pertunjukan, dua ledakan jauh mengguncang ruangan, roket yang melanda tepi kota, warga kemudian mengatakan.

"Anak-anak ini tidak tahu bagaimana rasanya tidak mendengarkan suara roket. Bagi mereka, pengeboman adalah normal," kata seorang perempuan petugas pentas.

Awal tahun ini, kelompok bantuan internasional Save the Children memperingatkan bahwa seluruh generasi anak-anak Suriah yang terluka akibat perang mungkin "trauma dan stres berat".

Bagi direktur kegiatan ekstrakurikuler sekolah, Yasser Al-Assaad, teater adalah salah satu cara paling efektif untuk mengimbangi tahun pengalaman traumatis untuk para siswa muda dan pembimbing mereka.

"Saya mendapatkan rehab dari senyum seorang siswa, dan siswa itu menarik psikoterapi dari guru yang datang ke sekolahnya untuk memotivasi dia," kata Assaad.

Ini adalah pertunjukan dongeng ketiganya: pada tahun 2015, dia membantu mementaskan "Little Red Riding Hood", dan tahun lalu murid-muridnya menampilkan "Beauty and the Beast".

"Kami ingin mengirim sebuah pesan kepada seluruh umat manusia yang bisa diciptakan anak-anak Suriah, bahwa kami terbuka untuk semua peradaban," katanya.(exe/ist)

Meskipun pementasan itu adalah sebuah upaya untuk meninggalkan kehancuran Douma di belakang, kematian sepertinya tetap menyentuh para pemeran Putri Salju. Beberapa hari sebelum pertunjukan terakhir, suami sang sutradara terbunuh oleh peluru nyasar dari bentrokan intra-pejuang di kota tersebut.

Dan pemeran narator yang menggairahkan itu, Dania, ingat bagaimana sekolahnya sendiri telah dibom setahun yang lalu.

"Semua adalah darah dan (tubuh) anak perempuan di depan saya," kata gadis berusia 11 tahun itu.

Saat muridnya bersiap mengangkat tirai, Assaad mengatakan bahwa pertunjukan tersebut merupakan tanda bahwa "unga bisa tumbuh di tengah bebatuan rasa sakit.

"Setiap rumah tangga di Douma telah kehilangan seseorang dan merasakan derita kesakitan, perang, dan pengepungan. Meski demikian, kita bisa membangun Suriah baru," katanya. 

 


0 Komentar