Rabu, 19 Juli 2017 10:01 WIB

Mahfud: DPR Tidak Bisa Mengangket KPK

Editor : Rajaman
Anggota Pansel Penasihat KPK, Mahfud MD (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menegaskan, DPR tidak bisa mengangket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini dikarenakan, bahwa KPK bukanlah subyek dari UU dan bukan pemerintah.

Apalagi menurut UU MD3 pelaksana undang-undang terbatas pada pemerintah atau pejabat negara. "UU MD3 menyebut pejabat negara menjadi subjek angket, setiap pejabat negara bisa diangket, tetapi meskipun ada begitu, tidak semua pejabat negara diselidiki melalui diangket," ujar Mahfud, Selasa (18/7/2017).

Mahfud juga menegaskan, KPK bukanlah pemerintah. Itu bisa dijelaskan dari teori maupun hukum. Jika berdasarkan teori yang berkembang, KPK sama sekali tidak bisa disebut bagian pemerintah.

Sebab, para komisioner antirasuah itu tidak diangkat oleh presiden tapi diresmikan oleh keputusan presiden. Semua tugas KPK menurutnya justru berkaitan dengan lembaga yudikatif. "Bila dikaitkan dengan kuasi sangat salah KPK ke eksekutif, lebih dekat dikuasikan yudisial. Teori ini tentu bisa banyak didebat," tutur dia.

Kemudiann kalau berdasarkan hukum, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 12, 16, dan 19 tahun 2006, pada halaman 269 jelas disebut bahwa KPK bukan bagian pemerintah.

"Ini putusan MK. KPK bukan bagian pemerintah tapi bertugas dan berwenang dengan kekuasaan kehakiman," ucapnya.

Karena, adapula putusan MK Nomor 5 tahun 2011, di halaman 75 disebut KPK lembaga independen yang terkait dengan kekuasaan kehakiman, sesuai pasal 24 ayat 3 UUD. Terkahir, ada puusan MK Nomor 49, di halaman 30 disebutkan pula hal sama.

Karena itu, menurutnya tidak relevan jikalau ada saran supaya KPK melawan keabsahan angket di pengadilan dengan adanya putusan MK tersebut.

"Ini hukum tidak bisa berdebat. Nggak relevan kalau harus bertarung di pengadilan, itu sudah ada putusan, buat apa lagi?" sindir Mahfud.

Ditambah lagi, di dalam UU Nomor 48 tahun 2019 mengenai kekuasaan kehakiman, pasal 38 ayat 2 mengatakan, bahwa penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terkait dengan kekuasan kehakiman.

Lebih lanjut dia menjelaskan, istilah pemerintah, ada yang bersifat generik dan ada yang spesifik. Di dalam ilmu konstitusi, pemerintah generik mencakup semua lembaga negara dari pusat hingga ke RT.

“Itu dikatakan pemerintah karena mereka dibentuk secara resmi dan dibiayai oleh negara,” paparnya.

Sedangkan secara spesifik, pemerintah adalah presiden atau perdana menteri sesuai konstitusi di negara tersebut. Di Indonesia sendiri, menurut kontstitusi dan tata hukum, pemerintah selalu mengacu pada arti sempit yakni hanya lembaga eksektif.

Dalam Pasal 4 ayat 1 UUD, presiden memegang kekuasan pemerintahan, pasal 5 ayat 1 dikatakan, presiden membuat peraturan pemerintah, pasal 22 dalam hal ikwal kegentingan yang memaksa presiden membuat perppu.

"Kalau ada kata pemerintah pasti lembaga eksekutif," tegas dia.

Nah untuk itu, jika ingin mengawasi KPK, bukan dengan angket caranya. Jika ada pelanggaran yang dilakukan, bisa dilaporkan ke pihak berwajib.

"KPK bisa melanggar, bisa ditangkap, ada buktinya ada orang KPK ditangkap di Bandung, Bibit, Chandra pernah ditahan," ulasnya.

Kalau dianggap melakukan pelanggaran etik, bisa melalui dewan etik. "Itu dewan etik atau kehormatan. Tidak ada negara hukum yang tidak bisa diadili tapi jalurnya sendiri-sendiri," pungkas Mahfud. 


0 Komentar