Sabtu, 22 Juli 2017 16:01 WIB

Pemerintah Diminta Usut Tuntas Pelaku Pemalsuan Beras Raskin Jadi Premium

Editor : Rajaman
Beras Raskin (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah melalui pihak yang berwajib mengusut tuntas oknum yang melakukan kecurangan bisnis beras premium. 

YLKI sendiri mengapresiasi langkah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Satuan Tugas (Satgas) pangan yang menyegel produsen beras palsu di Bekasi. Pasalnya, tindakan dari PT Indo Beras Unggul jelas sangat merugikan konsumen.

Selain itu, pihak PT Indo Beras Unggul juga melanggar beberapa Undang-Undang (UU) tentang Pangan dan Perlindungan Konsumen. Salah satunya adalah UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 

Namun menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan oleh Polri dan Satgas Pangan. Pertama, YLKI meminta agar tindakan tidak hanya berhenti sampai pada penggrebekan saja, melainkan juga harus diproses secara hukum. 

"Jangan sampai proses penegakan hukum ini berjalan antiklimaks, dengan hukuman yang ringan bagi pelakunya. Polri harus mengonstruksikan dengan tuntutan hukum yang berat dan berlapis," ujar Tulus melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (22/7/2017). 

Tak hanya itu, Tulus juga meminta agar Polri bersama Satgas Pangan mengusut tuntas mafia yang bermain di belakangnya. Khususnya oknum-oknum aparat dan pemerintahan. 

"Polri juga harus mengusut tuntas pelaku mafia yang sebenarnya. Sebab pertanyaannya, dari mana produsen itu mendapatkan akses beras bersubsidi? Patut diduga dengan kuat ada oknum aparat pemerintah yang terlibat," jelas Tulus. 

"Selanjutnya agar konsumen tidak tertipu dan mengonsumsi beras palsu tersebut semakin banyak, YLKI mendesak Polri, Kemendag, dan Kementan agar menarik dari pasaran (recalling) merek beras yang terbukti dipalsukan itu," imbuhnya. 

Lalu YLKI berharap usulan langkah-langkah tersebut bisa dijalankan secara berkelanjutan dan meluas. Termasuk untuk komoditas pangan lain seperti daging, gula, gandum, minyak goreng, dan komoditas pangan lainnya. Sebab fenomenanya, banyak terjadi dugaan pelanggaran pidana pada komoditas pangan di Indonesia. Dan juga dugaan pelanggaran adanya kartel harga dan monopoli. 

"Akibat itu semua konsumen harus menebus dengan harga yang sangat mahal," kata Tulus.


0 Komentar