Kamis, 27 Juli 2017 17:07 WIB

Serangan Udara Koalisi AS Tewaskan 29 Warga Sipil di Raqqa

Editor : Hendrik Simorangkir
Ilustrasi serangan udara. (foto istimewa)

DAMASKUS, Tigapilarnews.com - Sebuah rentetan serangan udara koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) membunuh 29 warga sipil di Raqqa Suriah. Setengah wilayah Raqqa saat ini masih dikuasai oleh kelompok ekstrimis ISIS.

"Sedikitnya delapan anak termasuk di antara korban tewas," kata Kepala Observatorium HAM Suriah, Rami Abdel Rahman, seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis (27/7/2017)

Menurut kelompok pemantau yang berbasis di Inggris itu, didukung oleh koalisi pimpinan AS, Pasukan Demokrat Suriah telah melakukan serangan selama sebulan di Raqqa. Sejauh ini mereka telah berhasil merebut separuh kota tersebut.

"Pasukan Demokrat Suriah sekarang menguasai 50 persen kota Raqqa meskipun ada perlawanan sengit yang dilakukan oleh ISIS," kata Rami. 

Para pejuang Arab dan Kurdi yang tergabung dalam SDF masuk ke Raqqa pada tanggal 6 Juni lalu. Mereka menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menyapu wilayah yang dikuasai para milisi di sekitar kota Suriah utara.

Mereka sejak itu terus maju dalam gerakan seperti penjepit, mendekati pusat kota. Serangan SDF telah didukung oleh serangan udara, penasihat pasukan khusus, peralatan dan senjata dari koalisi pimpinan AS melawan ISIS di Suriah dan negeri tetangganya Irak. Tapi ISIS melawan menggunakan bom mobil, serangan bunuh diri dan pesawat tak berawak. 

ISIS pertama kali merebut Raqqa pada awal 2014, dan sejak saat itu kota ini menjadi identik dengan kekejaman kelompok tersebut yang mengerikan. ISIS kerap melakukan pemenggalan di depan publik dan juga dianggap menggunakan Raqqa sebagai pusat untuk merencanakan serangan ke luar negeri. 

Puluhan ribu warga sipil telah meninggalkan kota itu sejak aksi kekerasan meningkat, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa hingga 50.000 orang masih terjebak di dalam kota. Lebih dari 330.000 orang telah kehilangan nyawa mereka di Suriah sejak konflik multi kelompok di negara itu pecah dimuali dengan demonstrasi anti-pemerintah pada Maret 2011. (ist)


0 Komentar