Kamis, 10 Agustus 2017 07:26 WIB

Presiden Filipina Ancam Habisi Bos Narkoba dengan Jet Tempur

Editor : Yusuf Ibrahim
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Presiden Filipina, Rodrigo Duterte mengeluarkan ancaman bagi para politisi yang juga menjadi bos obat bius.

Duterte mengancam akan menggunakan seluruh kekuatan militer, termasuk mengirim jet tempur untuk membom lokasi mereka.

Dalam sebuah pidato, Duterte mengungkapkan bahwa ia telah memperluas daftar politisi yang diduga terlibat dalam perdagangan narkoba.

"Bahkan jika Anda memiliki 100-200 orang bersenjata, itu tidak akan membantu. Kenada Anda melawan? Saya memiliki 12 jet FA-50. Saya akan menjatuhkan lima bom pada Anda. Saya benar-benar akan menggunakan kekuatan pemerintah," kata Duterte seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (09/08/2017).

"Sudah saya katakan agar tidak bertentangan dengan pemerintah. Saya akan menggunakan pemerintah karena saya harus melindungi orang-orang yang mewakili pemerintah. Saya tidak akan ragu," tegasnya.

Tentara swasta yang dipimpin oleh politisi dan klan kuat telah lama menjadi keamanan reguler di Filipina, terutama di pulau selatan Mindanao. Pulau ini dirusak oleh konflik dengan gerilyawan komunis dan Muslim serta kelompok teroris, Abu Sayyaf, yang terkait dengan ISIS.

Peringatan terakhir Duterte ini terjadi lebih dari seminggu setelah Reynaldo Parojinog, walikota Ozamiz City, ditembak mati bersama 13 orang lainnya, termasuk istri dan saudaranya, saat baku tembak meletus dalam operasi anti-narkoba.

Parojinog telah berada di daftar Duterte sejak tahun 2016, dan Duterte mencela dia dan keluarganya sebagai gangster.

Tuduhan menggunakan perang terhadap narkoba sebagai metode untuk mengusir lawan politik juga telah muncul secara lokal.

Lebih dari 7.000 orang tewas dalam tindakan polisi terhadap pengedar narkoba sejak dimulainya masa jabatan presiden Duterte pada Juli 2016, menurut data dari Kepolisian Nasional Filipina (PNP). 

Pihak berwenang Filipina telah mengklaim bahwa sebagian besar kematian tersebut berasal dari tersangka yang menolak ditangkap dalam operasi polisi. Sedangkan sejumlah korban lainnya tewas di tangan warga atau sindikat kejahatan yang bersaing di luar hukum. 

Sementara itu, kelompok hak asasi manusia menuduh ada sebuah kebijakan yang tidak resmi yang memberlakukan sanksi untuk membasmi tersangka narkoba, sementara petugas kepolisian secara aktif berkolusi dengan warga tersebut.(exe/ist)


0 Komentar