Senin, 14 Agustus 2017 16:01 WIB

DPR Kecewa KPK Tak Maksimal Lindungi Saksi Kunci Kasus e-KTP

Editor : Rajaman
Bamsoet (dok/luki)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo kecewa dengan KPK yang tak maksimal melindungi saksi kunci kasus korupsi e-KTP.

"Berstatus saksi kunci, Johanes Marliem harusnya dapat perlindungan maksimal," sesal Bambang dalam keterangan pers, Senin (14/8/2017).

Sebab, lanjut pria biasa disapa Bamsoet itu, saksi kunci sebuah mega kasus akan menghadapi ancaman sangat serius.

"Untuk menangkal ancaman itu, saksi kunci dan keluarganya patut mendapatkan perlindungan maksimal. Karena itu, institusi yang memosisikan almarhum Johannes Marliem sebagai saksi kunci mega kasus korupsi proyek e-KTP layak bertanggungjawab atas kematiannya," tegas Bamsoet.

Menurutnya, Sangat mudah dipahami bahwa ketika penyidik sebuah kasus besar memosisikan seseorang sebagai saksi kunci kasus tersebut, pada saat itu pula para penyidik menempatkan orang itu dalam ancaman yang sangat serius, termasuk ancaman pembunuhan.

"Kehidupan seorang saksi kunci dan keluarganya tidak nyaman lagi karena terus dibayangi rasa takut. Apalagi jika nama dan profil saksi kunci itu sudah mendapatkan publikasi yang luas," ujarnya.

Menurutnya lagi, Kematian Johanes Marliem memunculkan sejumlah pertanyaan.

"Dengan statusnya sebagai saksi kunci, apakah almarhum dan keluarganya sudah mendapatkan perlindungan maksimal? Lalu, siapa yang mengambil inisiatif memublikasikan nama dan profil almarhum sebagai saksi kunci kasus e-KTP?," ujarnya.

Seorang saksi, kata dia, apalagi saksi kunci, berhak mendapatkan perlindungan maksimal atau jaminan keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman terkait dengan kesaksian yang akan atau sudah diberikan.

Dijelaskannya, Kewajiban tentang perlindungan saksi ini tertuang dalam UU UU No. 31/2014 tentang Perubahan Atas UU No. 13/2006 Mengenai Perlindungan Saksi dan Korban.

"Tidak melindungi saksi kunci layak dituduh melanggar undang-undang. Sedangkan tindakan memublikasikan nama dan profil seorang saksi kunci adalah perilaku tidak profesional yang tidak bisa ditolerir, karena sama saja dengan menempatkan saksi kunci dalam ancaman yang sangat serius," tegasnya.

Karena itu, tandas dia, harus ada pihak yang bertanggungjawab atas kematian Johanes, karena almarhum diketahui berstatus sebagai saksi kunci mega kasus korupsi e-KTP.

Nama almarhum memang disebut dalam surat tuntutan jaksa KPK terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto, yakni sebagai penyedia Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1.

"Dari Johannes pula penyidik KPK banyak mendapatkan bukti rekaman serta aliran uang e-KTP. Kalau KPK memosisikan almarhum sebagai saksi kunci, KPK harus memberi perlindungan maksimal kepada almarhum dan keluarganya. Akan tetapi, tindakan memublikasikan nama dan profil almarhum tetap saja tidak dapat ditolerir," pungkasnya.


0 Komentar