Selasa, 19 September 2017 12:11 WIB

Pilkada Langsung Jadi Penyebab Kepala Daerah Korupsi

Editor : Rajaman
Azikin Solthan (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam beberapa pekan terakhir ini menangkap tiga kepala daerah yang dikhawatirkan akan berdampak buruk pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018.

Pertama, pada Selasa (29/8/2017), KPK menangkap Wali Kota Tegal, Jawa Tengah, Siti Masitha. Penangkapan dirinya terkait dugaan suap pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah di Tegal.

Kedua, pada Rabu (13/9/2017), KPK menangkap Bupati Batubara, Sumatera Utara, OK Arya Zulkarnaen. Ia ditetapkan tersangka terkait kasus suap pengerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara tahun 2017.

Terakhir, pada Sabtu (16/9/2017), Wali Kota Batu, Jawa Timur Eddy Rumpoko bersama empat orang diamankan oleh KPK. Selain mengamankan lima orang, Penyidik KPK juga mengamankan sejumlah uang. Diduga, uang tersebut terkait dengan fee proyek tertentu dari pihak swasta kepada para kepala daerah dan pejabatnya.

Anggota Komisi II DPR Azikin Solthan mengakui penangkapan kepala daerah tersebut akan berdampak buruk pada pelaksanaan Pilkada serentak 2018. Menurutnya, ‎masyarakat jadi tidak percaya terhadap pemimpin di daerah yang berujung pula pada tingkat partisipasi pemilih di Pilkada menjadi rendah.

Masalah utama yang membuat kepala daerah ini tertangkap korupsi oleh KPK diungkap Azikin karena implikasi dari sistem Pilkada langsung atau Pilkada dipilih langsung oleh rakyat. 

Sementara, lanjut Azikin, Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyebutkan Gubernur, Bupati, Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, kota dipilih secara demokratis. 

“Ini (kepala daerah korupsi-red) implikasi dari sistem dari Pilkada langsung. Di UUD Pasal 18 ayat 4 tidak ada Pilkada langsung,” kata Azikin Solthan saat dihubungi, Selasa (19/9/2017).

Lebih lanjut Azikin menilai, sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2014 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada yang mengembalikan Pilkada dipilih langsung oleh rakyat, DPR sudah benar mengesahkan UU Pilkada yang mengatur Pilkada tidak langsung atau Pilkada dipilih melalui DPRD.  

Politisi Partai Gerindra ini menyesalkan ketika itu SBY mengeluarkan Perppu itu. Padahal jelas Azikin bahwa demokrasi perwakilan yang dimaksud dengan Pilkada dipilih melalui DPRD sudah sesuai dengan filosofi demokrasi perwakilan seperti yang diatur dalam Pasal 18 ayat 4 UUD.

“Filosofinya pilihan perwakilan itu musyawarah mufakat (Pilkada dipilih oleh DPRD),” jelasnya.

Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra di MPR ini menambahkan, Pilkada dipilih DPRD‎ melalui mekanisme musyawarah mufakat ini juga sesuai dengan sila ke 4 Pancasila, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perwakilan. 

“Pilkada langsung ini terjadi biaya yang tinggi yang menyebabkan kepala daerah korupsi kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Karena kepala daerah harus kembalikan modalnya maju Pilkada dengan modal yang besar itu,” ungkapnya. 

Menurutnya, Pilkada langsung ini tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang belum siap dengan mekanisme Pilkada langsung. Tidak hanya kepala daerah yang menjadi korban atas sistem ini, rakyat juga merasakannya dengan maraknya money politik di Pilkada. 

“Ini jadi tidak benar. Pilkada langsung tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Ini akal-akalan orang-orang tidak bertanggungjawab merevisi Pilkada dipilih DPRD,” tuturnya.

Sebab itu, anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan ini mendorong DPR dan pemerintah merevisi UU Pilkada yang berlaku saat ini dengan mengembalikan sistem Pilkada dari langsung menjadi tidak langsung atau dipilih oleh DPR.

“Karena UUD itu mengenal demokrasi langsung dan tidak langsung. Nah, Pilkada tidak langsung ini sesuai dengan budaya bangsa,” pungkasnya. ‎


0 Komentar