Jumat, 13 Oktober 2017 10:53 WIB

Defisit APBNP 2017 Masih Aman

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetyantono mengatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017 yang diproyeksikan mencapai 2,9 persen masih dalam kondisi aman karena penyerapan anggaran diperkirakan tidak mencapai 100 persen.

"Anggaran pemerintah biasanya tidak dihabiskan sesuai rencana, itu justru agak membantu untuk saat ini," kata Tony di Yogyakarta, Jumat.

Meski demikian, menurut Tony, proyeksi defisit APBN 2017 hingga 2,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) perlu menjadi evaluasi dan dorongan pemerintah untuk memilah kembali belanja prioritas.

"Harus diseleksi kembali mana pembelanjaan yang betul-betul prioritas dan mana yang harus ditunda atau bahkan dibatalkan. Dalam kondisi seperti ini tidak mungkin semua bisa dapat," kata Tony.

Dengan perkiraan anggaran tidak terserap 100 persen, Tony optimistis defisit APBN masih bisa ditekan hingga 2,6 persen terhadap PDB. Persentase itu, menurut dia, masih dalam kondisi yang aman dan wajar.

Apalagi, Tony menilai pembelanjaan pemerintah saat ini banyak dialokasikan untuk modal jangka panjang seperti pembangunan infrastruktur, transfer pembangunan daerah, serta kesejahteraan sosial.

"Infrastruktur menjadi pondasi jangka panjang. Mungkin tidak dirasakan atau dipanen sekarang tapi penting untuk kepentingan perekonomian nasional ke depan," kata dia.

Meski demikian, alokasi pembangunan infrastruktur juga harus didasari dengan penghitungan potensi ekonomi yang jelas. "Jangan sampai seperti pembangunan bandara di Sri Lanka, sudah dibangun besar tapi ternyata sepi pengunjung," kata dia.

Sementara itu, Tony menilai defisit APBN 2018 yang dirancang 2,19 persen terlalu ketat. Pemanfaatan APBN yang ditekan terlalu ketat, menurut dia, juga baik untuk memberikan stimulus perekonomian.

"Saya kira bisa defisit APBN direlaksasi menjadi kisaran 2,5 persen masih wajar dan logis untuk kondisi Indonesia saat ini," kata dia.(ist)


0 Komentar