Jumat, 20 Oktober 2017 07:13 WIB

Komisi V: Presiden Jangan Dana Desa Dijadikan Alat Politik 2019

Editor : Rajaman
Presiden Saat Memberikan Sertifikat Tanah (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Anggota Komisi V DPR Moh Nizar mengingatkan kepada Presiden Jokowi agar tidak menjadikan dana desa sebagai alat politik jelang pemilu 2019 hal ini menyusul rencana pengubahan dan skema dana desa.

"Kami minta jangan sampai Pak Jokowi membajak dana desa. Alih-alih menciptakan lapangan kerja untuk rakyat. Justru kebijakan ini dijadikan alat politik mengingat dilakukan tahun 2018, tahun politik jelang Pilpres," ujar Nizar dalam keterangan pers, Jumat (20/10/2017).

Menurut politikus Partai Gerindra, sejauh ini penggunaan dana desa belum maksimal. Sebab, bila disinkronkan dengan laju urbanisasi, dana desa belumlah bermanfaat sepenuhnya bagi masyarakat di desa.

Sebab daya yang dilansir Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta menyebutkan, setelah Lebaran 2017 pendatang baru ke Jakarta sebanyak 70.752 orang. Dibandingkan pendatang saat Lebaran 2016, tahun 2017 ini jumlahnya naik 2,89 persen atau 68.763 orang.

"UU Nomor 6/2014 tentang Desa yang sejatinya diharapkan dapat mendorong masyarakat desa agar dapat mengembangkan potensi ekonominya tidaklah efektif. Bagaimana pemerintah akan memberdayakan masyarakat di desa, jika masyarakat desa masih tetap saja pindah ke kota untuk mencari peruntungan nasib yang lebih baik," ungkapnya.

Padahal dana desa yang digelontorkan sudah sangat banyak. Pada tahun 2015, APBN mengalokasikan Rp 20,76 triliun. Berikutnya, pada 2016, naik menjadi Rp 46,9 triliun, lalu pada 2017 naik lagi menjadi Rp 60 triliun.

Dalam nota keuangan RAPBN Tahun 2018 yang dibacakan oleh Presiden Jokowi di DPR tanggal 16 Agustus 2017 lalu juga alokasi dana desa tidak mengalami kenaikan, tetap seperti tahun 2017 yakni Rp 60 Triliun.

"Jadi jangan muluk muluk berwacana untuk menciptakan lapangan pekerjaan dari dana desa. Memenuhi janjinya saja saat kampanye mengalokasikan per desa Rp 1,4 M, belum bisa," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo memberikan instruksi, agar program dana desa dan proyek infrastruktur pada kementerian/lembaga, mesti berorientasi pada pembukaan lapangan pekerjaan.

Instruksi tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil rapat terbatas membahas program dana desa di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/10/2017).

“Jadi, instruksi Presiden (dalam ratas) adalah, dana desa diperbaiki dan untuk kementerian/lembaga juga diperbaiki, sehingga alokasi anggaran bisa untuk menyerap tenaga kerja lebih maksimal,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, seusai ratas.

Untuk program dana desa, Presiden Jokowi memerintahkan sejumlah hal. Pertama, rancangan perencanaan dana desa untuk tahun 2018 mendatang bakal diubah.

Misalnya, pengerjaan proyek yang menggunakan dana desa tidak boleh secara keseluruhan diserahkan kepada pihak ketiga. Mesti ada yang dilakukan sendiri alias swakelola dengan melibatkan penduduk setempat.

“Misalnya pembelian tenaga kerja, dari desa itu sendiri dan mendapat upah dari dana desa,” jelas Sri.

Perubahan rancangan dana desa ini, sambung Sri, tengah dipersiapkan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.

Kedua, pemerintah bakal mengubah komposisi alokasi dana desa. Pemerintah tidak lagi memberikan untuk dana desa dengan nominal yang sama.

Tahun 2018 mendatang, dana desa yang diterima akan berbeda-beda setiap desa. Hal tersebut tergantung dari angka orang miskin di desa terkait.
Semakin tinggi angka orang miskin yang berada di satu desa, maka akan semakin besar pula dana desa yang diterima oleh desa itu.

“Untuk desa dengan jumlah penduduk miskin (lebih banyak) akan dinaikkan dari 20 persen menjadi lebih dari 35 persen. Dengan begitu, alokasi anggaran untuk dana desa yang jumlah penduduk miskinnya tinggi, akan lebih tinggi,” ungkap Sri.


0 Komentar