Kamis, 23 November 2017 05:51 WIB

Panglima TNI: Operasi Pembebasan Warga Papua Sesuai Hukum dan HAM

Editor : Rajaman
Panglima TNI Jendera; Gatot Nurmantyo saat jumpa pers di Pepabri (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan. operasi terpadu TNI-Polri dalam membebaskan ribuan warga desa di Tembagapura Papua, dilakukan sesuai prosedur hukum dan prinsip hak asasi manusia (HAM).

Sebanyak 1.300 warga desa Kimberly dan Banti, distrik Tembagapura, Papua, dilarang keluar dari kampungnya oleh kelompok kriminal separatis bersenjata.

"Panglima paling tinggi TNI adalah hukum, jadi TNI dalam melangkah selalu berdasarkan hukum, hukum kan HAM juga, hak asasi manusia," ujar Gatot saat ditemui usai menghadiri acara Malam Akrab Musyawarah Nasional Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (22/11/2017) malam.

Menurut Gatot, operasi pembebasan sandera oleh TNI-Polri dilakukan melalui perhitungan dan pengamatan situasi yang teliti.

Sebelum bergerak, pasukan TNI-Polri selalu mempertimbangkan kondisi psikologi penyandera dan situasi medan.

"TNI AD yang merupakan bagian dari Satgas terpadu TNI dan Polri melakukan upaya pembebasan yang sangat teliti dan sangat senyap," tuturnya.

Pada Jumat (17/11/2017) siang, pasukan gabungan TNI-Polri melakukan operasi terpadu untuk mengevakuasi 344 warga desa.

Proses evakuasi sandera yang berlangsung dari pukul 11.00 WIT hingga 12.00 WIT sempat diwarnai baku tembak antara kelompok kriminal bersenjata separatis bersenjata dan TNI-Polri.

Gatot mengatakan, sebelum operasi terpadu untuk membebaskan warga, Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar telah melakukan mediasi terhadap kelompok bersenjata. Bahkan upaya mediasi sampai melibatkan kepala suku, tokoh adat dan tokoh agama.

Namun usaha negosiasi tersebut tidak menemukan titik temu, sebab kelompok bersenjata meminta tuntutan yang tidak masuk akal dan sulit dipenuhi.

"Kapolda di sana menggunakan tokoh-tokoh adat, kepala suku, tokoh-tokoh agama mulai dari pendeta, pastor bahkan perwakilan Uskup dan negosiasi secara intensif kemudian juga menyebarkan pamflet. Sudah berbagai cara namun apa yang dituntut oleh gerakan kriminal bersenjata separatis tersebut tidak masuk akal," kata Gatot.

Kelompok penyandera, kata Gatot, mengajukan tiga tuntutan. Pertama, mereka meminta PT Freeport harus segera ditutup.

Kedua, militer Indonesia harus ditarik keluar dari Papua dan diganti dengan pasukan Keamanan PBB.

Ketiga, Pemerintah Indonesia harus menyetujui pelaksanaan pemilihan bebas atau referendum. Artinya rakyat Papua bisa menentukan nasib sendiri. Kemudian kantor Pemda Papua dan Papua Barat ditutup dan diganti dengan pemerintah perwalian PBB.


0 Komentar