Kamis, 11 Januari 2018 21:52 WIB

PT 20 Persen, Pilihan Masyarakat Terbatas

Editor : Rajaman
Pemilu 2019 (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai, ditolaknya uji materi tentang ambang batas calon presiden menjadikan kebebasan masyarakat untuk memilih calon pemimpinnya terbatas.

"Pilihan masyarakatlah terbatas, untuk menutup itu segera parpol menentukan pilihannya. Jangan di last minute, itu merusak kultur PT," kata Fahri melalui pesan singkat, Kamis (11/01/2018).

Dengan adanya keputusan tersebut, lanjut kader PKS itu, sejak awal parpol harus melakukan koalisi.

"Itu terkait terbatasnya hak calonkan kandidat. Satu struktur satu kader satu kandidat. Sekarang orang harus berkoalisi dari awal, nah masalahnya koalisi gak terjadi dari awal," kata dia.

Seharusnya, sambung Fahri, setelah pengumuman MK berilah rakyat untuk mengetahui parpol ini akan mencalonkan siapa.

"Karena itu harus dibuka dari awal. Harus punya calon dong dari awal supaya rakyat tahu. Boleh jadi rakyat ingin nyumbang calon yang ideal. Sekali lagi ini ada kesalahan," tandasnya.

MK sudah memutuskan demikian tapi partai harus cepat bila perlu mulai diumumkan, ujarnya.

"Saya mencalonkan ini itu mesti diputuskan biar berdebat secara nasional, berdebat dengan kampus-kampus bertemu dengan tokoh masyarakat pemangku adat, tokoh-tokoh daerah, sebab terlalu banyak penyesalan setelah memilih. Kan banyak kita lihat swing, orang setelah memilih kecewa karena tidak tahu yang dia pilih," pungkasnya.

Verifikasi Parpol Lanjut

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang mengatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan Partai Idaman tidak berlaku surut. Sehingga proses verifikasi faktual berlaku bagi semua parpol tak bisa dihentikan. 

"Karena sifat putusan MK adalah prospektif dan tidak retroaktif, maka proses verifikasi faktual yang tengah berlangsung tidak dapat dihentikan dan dibatalkan untuk menyesuaikan dengan putusan MK hari ini," ujar Yusril melalui pesan tertulis Kamis (11/1/2018). 

Yusril menjelaskan bahwa putusan MK itu baru berlaku hari ini 11 Januari 2018. Sementara proses verifikasi parpol bakal peserta Pemilu 2019 telah berjalan. Verifikasi faktual terhadap parpol yang sudah diverifikasi tahun 2014 telah dilaksanakan, dan berdasarkan aturan yg berlaku sekarang hanya dilakukan di daerah pemekaran. Sedang verifikasi faktual terhadap partai baru, juga tengah berlangsung. 

"Putusan MK itu hanya membatalkan norma UU Pemilu, tetapi tidak bisa membatalkan peraturan-peraturan pelaksananya yang diterbitkan sebelum adanya Putusan MK," tegas Yusril yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM ini. 

Yusril menyarankan KPU agar segera mengadakan pembahasan Putusan MK tersebut dengan Komisi DPR dan parpol. Hal ini agar dapat mencegah kekacauan proses persiapan pelaksanaan Pemilu 2019. Sebab, menurutnya, jika putusan MK itu dianggap harus menghentikan dan mengulang semua proses verifikasi faktual, hal itu bukan saja harus mengubah berbagai peraturan pelaksana UU Pemilu, tetapi juga menyangkut anggaran KPU, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh parpol untuk mengulang proses verifikasi faktual. 

"Karena itu, KPU harus menemukan jalan terbaik dalam menyikapi Putusan MK agar tidak menimbulkan kekacauan dan kemubaziran tenaga, pikiran dan biaya," papar dia.

Sesuai Harapan

Terpisah, Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto menilai putusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan ambang batas pencalonan Presiden atau presidential threshold (PT) tetap pada angka 20 persen, sudah sesuai harapan mayoritas partai.

"Itu sesuai dengan yang diharapkan serta sesuai dengan undang-undang yang didorong oleh partai politik. Dengan demikian kami mengapresiasi," ujar Airlangga, Kamis (11/1/2018).

Airlangga menilai, putusan MK itu juga akan memperkuat koalisi partai pemerintah untuk mengusung kembali Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019.

"Insya Allah (koalisi) akan semakin kuat," ucap Airlangga.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi menolak uji materi yang diajukan Partai Idaman terhadap pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur presidential threshold.

Dalam pasal itu partai politik atau gabungan parpol diwajibkan memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.

Partai Idaman menilai pasal itu sudah tidak dapat diberlakukan lagi karena menggunakan hasil pemilu legislatif 2014 sebagai ambang batas pilpres 2019. Selain itu ambang batasnya tidak lagi relevan lantaran tahun 2019 pemilu legislatif dan Pilpres diselenggarakan serentak.

Kendati demikian MK tetap berpandangan bahwa pasal itu tetap konstitusional serta tidak diskriminatif, sehingga ketentuannya tetap berlaku dalam Pilpres 2019.


0 Komentar