Senin, 04 Juni 2018 20:17 WIB

Jokowi Minta Pandangan Terkait Radikalisme dan Intoleransi

Editor : Yusuf Ibrahim
Azyumardi Azra. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang beberapa cendekiawan muslim ke Istana Kepresidenan, Jakarta.

Jokowi meminta pandangan terkait radikalisme dan intoleransi di Indonesia. "Pak Jokowi meminta pemikiran, pandangan, meningkatnya intoleransi dan radikalisme. Ya itu yang paling penting," kata cendekiawan muslim Azyumardi Azra di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (04/06/2018)

Azyumardi mengatakan, yang diundang ada sekitar 42 orang. Mereka berlatar belakang cendekiawan, sosiolog dan budayawan. Dalam pertemuan itu, Azyumardi mengatakan dirinya memberikan usulan bagaimana menghadapi sikap intoleransi.

"Jadi saya sendiri mengusulkan untuk menghadapi intoleransi memang harus komprehensif. Pemerintah harus memperkuat kembali koalisi sosial melalui misalnya saja pemantapan kembali semangat kebangsaan kemudian juga kearifan lokal, juga penguatan Islam Wasatiyah. Nah itu dilakukan melalui lokakarya di perguruan tinggi melalui para dosen, guru, kemudian juga ketua-ketua BEM, yang memang ini rentan terhadap intoleransi dan radikalisme. Terutama konsennya topiknya terkait peningkatan intoleransi, radikalisme," jelasnya.

Selain itu, kata Azyumardi, Jokowi juga meminta masukan dari para praktisi bidang sosial, budaya dan agama bagaimana menghadapi penyebaran ujaran kebencian dan sikap intoleran di media sosial. 

"Itu media sosial termasuk juga dalam hal ini adalah penyebaran kebencian melalui ceramah-ceramah agama. Misalnya oleh Mba Alisa Wahid misalnya, sekitar 40 masjid yang dia survei di kawasan DKI itu penceramahnya atau khatibnya radikal. Mengajarkan radikalisme dan intoleransi," katanya.

Termasuk juga pembahasan mengenai upaya penyebaran paham khilafah. Untungnya, kata Azyumardi, Jokowi sudah bertindak dengan menempatkan orang yang kompeten di masjid-masjid.

"Tapi Pak Jokowi menegaskan bahwa sebetulnya masalah itu sedikit banyak sudah diatasi. Karena dia sudah menugaskan ada orang, pimpinan dari lembaga sosial keagamaan tertentu untuk melakukan perbaikan di dalam masjid sehingga khotib-khotibnya didominasi oleh orang-orang yang tidak mengajarkan paham khilafah, daulah Islamiyah dan sebagainya. Kira-kira begitu," katanya.

Tak hanya itu, kata Azyumardi, persoalan ketimpangan ekonomi dan pengangguran juga dibahas. Dia mengatakan, persoalan ini dinilai sebagian orang sebagai pemicu meningkatnya intoleransi di masyarakat. 

"Kemudian soal kesenjangan ekonomi dan pengangguran yang sering dilihat orang-orang sebagai peningkatan intoleransi. Kemudian juga yang bisa merusak ketahanan, sosial, budaya itu adalah kenaikkan harga kebutuhan bahan pokok. Juga kesenjangan antardaerah dan wilayah," katanya.

Sementara itu, cendekiawan muslim lainnya, Komaruddin Hidayat menambahkan, dalam forum tersebut juga dibahas mengenai maraknya ceramah keagamaan yang mengarah pada sistem kekhalifahan. Hal ini banyak ditemui bahkan di mesjid-mesjid yang dimiliki oleh BUMN.

"Kita juga peduli terhadap ceramah keagamaan yang masuk pada berbagai tempat di BUMN maupun di masjid-masjid ya, itu ironis. Itu masjid BUMN tapi penceramhanya pro khilafah. Ini perlu penjelasan pada masyarakat, dan rakyat, bahwa kalau sistem khilafah itu dilaksanakan maka NKRI bubar. Oleh karena itu, persoalan khilafah bukan semata persoalan keagamaan saja. Tapi ini eksistensi dari bangsa ini mengapa HTI, khilafah dari berbagai negara ditolak termasuk di Timur Tengah, sama saja itu mengambil alih negara," jelasnya.


Ditambahkan Komarudin, jika sistem khilafah mengambil pemerintahan Indonesia, maka itu akan banyak pihak yang keberatan. "Bukan hanya militer, polisi, tapi juga masyarakat umat beragama. Karena ikut andil memperjuangkan republik, masak diambil," katanya.(exe/ist)


0 Komentar