Selasa, 21 Januari 2020 12:29 WIB

Terawan Janji Berikan Solusi dari Kenaikan Iuaran BPJS Kesehatan

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi iuran BPJS Kesehatan. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Persoalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga kini belum ada titik temu antara DPR, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, kemarin, belum ada solusi atas penolakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk Kelas III Mandiri.

Ketua Komisi IX DPR, Felly Estelita Runtuwene, mengatakan Komisi IX meminta Menteri Kesehatan (Menkes) dr Terawan, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan dr Fahmi Idris, dan Dewan Pengawas BPJS untuk melakukan koordinasi dan konsolidasi untuk mencari solusi atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan, khususnya untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja Kelas III.

"Kami akan mengagendakan kembali rapat kerja dengan Menkes, ketua DJSN, Dewas dan Dirut BPJS Kesehatan untuk membahas solusi atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan," tuturnya saat membacakan kesimpulan hasil rapat dengan Menkes, Dirut BPJS, JKSN, dan Dewas BPJS di Ruang Rapat Komisi IX, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Felly meminta Menkes sebagai penanggung jawab utama dalam persoalan kesehatan bersama stakeholder terkait dalam dua tiga hari ke depan bisa mencarikan solusi atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan, khususnya Kelas III yang ditolak oleh DPR RI.

Sementara itu, Menkes dr Terawan berjanji segera memberikan solusi atas keresahan masyarakat yang disampaikan melalui Komisi IX DPR RI atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan khususnya kelas III, dari sebelumnya Rp25.500/jiwa menjadi 40.500/jiwa per 1 Januari 2020 lalu. "Tenang saja dalam satu dua hari ini saya akan terus konsolidasi," ujar Menkes kepada wartawan usai rapat dengan Komisi IX.

Menkes mengatakan, sesuai dengan permintaan Komisi IX, pihaknya akan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan, DJSN, Dewas BPJS dan stakeholder terkait untuk mencari solusi. "Sama kalau saya mau berikan terapi, saya harus punya diagnosa yang tepat. Kalau diagosa gak tepat ya saya takut salah kasih solusi," katanya.

Dalam rapat sebelumnya dengan Komisi IX, Kamis (12/12/2019), Menkes memberikan tiga alternatif untuk mengatasi permasalahan defisit anggaran BPJS Kesehatan pada 2020. Pertama, mengusulkan subsidi pemerintah atas selisih kenaikan iuran JKN pada peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja Kelas III.

Kedua, ada subsidi pada iuran peserta mandiri Kelas II dengan memanfaatkan klaim rasio peserta PBI yang diproyeksikan pada tahun mendatang akan surplus seiring kenaikan iuran. Profit itu digunakan untuk membayar selisih kenaikan iuran peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja Kelas III. Ketiga adalah menunggu perbaikan kualitas sekaligus pengintegrasian data PBI dengan data terpadu program kesejahteraan sosial atau DTKS dari Kementerian Sosial.

Sayangnya, solusi itu tidak terealisasikan hingga kini. Ditanya mengenai penyebabnya, Menkas malah melemparkan permasalahan kepada Dirut BPJS dr Fahmi Idris. "Tanya ke BPJS. Saya kan memberikan solusi saja. Sekarang tanyakan ke BPJS kenapa karena dia yang punya uang. Menkes memberikan solusi sebagai regulator ini lho, dasarnya begini," katanya. 

Menkes mengaku tidak bisa menekan Dirut BPJS karena ada ketentuan di BPJS Kesehatan bahwa tidak ada kementerian atau lembaga yang dapat mengendalikan, mengatur, dan mengintervensi BPJS Kesehatan, kecuali ada penugasan khusus dari Presiden. Dirinya mengaku sudah meminta ke BPJS Kesehatan agar tidak ada kenaikan iuran untuk Kelas III Mandiri. "Itu menunjukkan bahwa diskresi ada di BPJS. Saya tidak punya rentang kendali untuk memaksa," tuturnya.

Dirinya juga mengaku kecewa karena rekomendasi yang diberian untuk tidak ada kenaikan iuran Kelas III Mandiri diabaikan oleh BPJS Kesehatan. "Saya juga kecewa," katanya.

Sementara itu, Dirut BPJS Kesehatan dr Fahmi Idris mengatakan bahwa klausul ketentuan yang menghambat adanya koordinasi antara Menkes dengan BPJS tersebut sebenarnya hanya pengantar catatan pakar hukum. Karena itu, kalau hal itu dianggap menghambat koordinasi maka dirinya siap untuk menghilangkannya. Fahmi juga membantah penilaian sejumlah anggota DPR RI bahwa BPJS Kesehatan adalah lembaga yang tidak bisa dikontrol. Menurutnya, lembaganya rutin dikontrol BPK, BPKP, OJK, maupun KPK.

"Kalau dikatakan BPJS ini lembaga yang sakti tak ada yang menyentuh maka tak benar adanya," katanya.

Soal transparansi keuangan, pihaknya juga setiap bulan melaporkan ke OJK, Menkeu, DJSN, dan Kemenkes.

Terkait rekomendasi Komisi IX, Fahmi Idris menegaskan bahwa BPJS sama sekali tidak ada niat melawan, membangkang apalagi menghianati hasil rapat kerja dengan Komisi IX yang merekomendasikan tidak ada kenaikan untuk Kelas III Mandiri.

"BPJS pada posisi menjalankan dalam RDP itu ada klausul untuk menjalankannya sesuai ketentuan perundangan. Nah ketentuan tentu BPJS harus patuh. Dengan demikian posisi kami menjalankan dan mengamankan hasil rapat itu," katanya.

Setelah ini sesuai dengan hasil rapat kemarin, pihaknya diminta untuk mencari solusi. "Makanya harus berkoordinasi lebih lanjut. Tentu tahapannya BPJS kan punya porsi sendiri, punya tugas, tanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang ada sehingga dikoordinasikan," katanya.(ist)


0 Komentar