Sabtu, 19 Maret 2016 01:07 WIB

Kuasa Hukum La Nyalla, "Kasus Ini Sangat Ganjil dan Dipaksakan"

Editor : Yusuf Ibrahim
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), La Nyalla Mahmud Matalitti, resmi mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (18/3/2016). Gugatan praperadilan itu didaftarkan oleh para kuasa hukum La Nyalla, yang tergabung dalam tim advokat Kadin Jatim.

Sebelumnya, La Nyalla yang menjabat sebagai Ketua Kadin Jawa Timur telah dinyatakan sebagai tersangka dana hibah Pemda Jatim untuk pembelian Initial Public Offering (IPO) Bank Jatim.

Untuk mengajukan gugatan ini, La Nyalla diwakili kuasa hukum seperti Sumarso, Moh Ma’ruf Syah, Mustofa Abidin, Togar Manahan Nero, Abdul Salam, Aristo Pangaribuan dan Amir Burhanuddin, dengan nomor pendaftaran 19/Praper/2016/PN.Sby diterima oleh Ardi Koentjoro SH, MH dari PN Surabaya.

Menurut Sumarso, Jumat (18/03/2016), dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan pengelolaan dana hibah di Kadin Jatim 2011-2014 sudah clear. Hal itu juga termasuk penggunaan dana untuk pembelian saham Bank Jatim pada 2012 adalah perkara lama yang telah disidik hingga diadili dengan terpidana dua pengurus Kadin Jatim, yaitu Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring.

“Semua masalah itu sudah clear, kerugian negara juga sudah diaudit oleh BPKP dan dikembalikan oleh terpidana. Pak La Nyalla juga baru mengetahui ihwal pembelian saham itu belakangan karena rapat pembeliannya dipimpin Diar Kusuma Putra,” ujar Sumarso.

Sumarso menjelaskan, begitu tahu Diar dengan tanpa izin La Nyalla menggunakan dana hibah untuk pembelian saham Bank Jatim yang diatasnamakan La Nyalla, kliennya langsung bertindak cepat dengan membuat surat pernyataan utang pada Juli 2012. Lalu pada awal November 2012 semua dana yang digunakan itu sudah dikembalikan seutuhnya

Dengan demikian, tegas Sumarso, sudah tidak ada lagi kerugian negara. Sumarso mencontohkan ketentuan dalam Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang  Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa “Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai," tuturnya.

“Jadi jelas  sudah tidak ada kerugian negara dilihat dari aturan dan UU mana pun. Apalagi, pemohon juga beritikad baik dengan membuat surat pernyataan utang saat itu dan menyuruh pengurus Kadin untuk mengembalikan uang yang mereka pinjam. Lalu, dengan cara apa dan bagaimana Penyidik menetapkan Pemohon sebagai Tersangka?” kata Sumarso.

Belum lagi terungkap fakta bahwa Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-291/O.5/Fd.1/03/2016 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Kep-11/O.5/Fd.1/03/2016 ditetapkan pada hari yang sama, yaitu 16 Maret 2016. Ketika penyidikan dan penetapan tersangka dilakukan pada hari yang bersamaan, maka proses penyidikan tersebut hanyalah formalitas belaka.

“Artinya sudah di-setting dan sudah ada “target” yang akan dijadikan tersangka. Kasus ini sangat ganjil dan dipaksakan. Pertama, sudah jelas-jelas tidak ada kerugian negara. Kedua, prosesnya dilakukan tidak sesuai dengan due process of law,” tegas Sumarso.(exe/ist)
0 Komentar