Jumat, 08 April 2016 00:15 WIB

Menhan Ryamizard Sebut Kelompok Abu Sayyaf Tak Berideologi

Editor : Yusuf Ibrahim
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Ryamizard Ryacudu, mengungkapkan milisi Abu Sayyaf yang menyandera 10 warga negara Indonesia (WNI) di Filipina merupakan kelompok yang tak berideologi. Aksi penyanderaan yang dilakukan mereka hanya bermotif ingin mencari uang tebusan.

"Kelompok yang di sana itu kelompok yang kering, yang kurang makan. Itu kan masalah perut, kira-kira begitu," ujar Ryamizard kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (07/04/2016).

Abu Sayyaf merupakan jaringan al-Qaeda di Asia Tenggara dan merupakan kelompok yang paling militan di negara mayoritas Kristen Filipina. Tetapi menurut Ryamizard, Abu Sayyaf bukan hanya satu kelompok.

"Kelompok Abu Sayyaf itu bukan cuma satu. Sebab, dia bertebaran," ungkapnya.

Kelompok Abu Sayyaf, seringkali melakukan penculikan, pemenggalan, pengeboman dan pemerasan. Terbaru, mereka meminta uang tebusan sebagai syarat pembebasan kru kapal asal Indonesia sebesar 50 juta Peso Filipina atau sekitar Rp15 miliar.

Meski demikian, Menhan tidak menjelaskan apakah pemerintah Indonesia perlu membayar uang tebusan sesuai permintaan kelompok Abu Sayyaf sebagai syarat membabaskan 10 WNI yang disandera. Padahal, waktu yang diberikan paling lambat 8 April 2016, atau besok.

Pemerintah mengatakan masih terus berupaya untuk membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok militan Filipina, Abu Sayyaf. Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan masih terus berkomunikasi dan koordinasi dengan pihak terkait.

"Kita terus bekerja dan intensifkan semua komunikasi dan koordinasi," jelas Retno.

Tetapi dia menolak untuk mengungkapkan secara detail bagaimana proses upaya pembebasan WNI itu. Pekan lalu, Menlu Retno berada di Filipina untuk berbicara mengenai pembebasan 10 WNI yang merupakan kru dua kapal yaitu tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12, yang dibajak kelompok yang mengaku Abu Sayyaf di Filipina.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau biasa disapa Jokowi, mengatakan pemerintah mengutamakan opsi dialog dalam pembebasan 10 WNI tersebut. Presiden mengatakan telah mengutus Menlu untuk berbicara dengan pemerintah Filipina dalam membebaskan para sandera, karena kejadian penahanan WNI berada di wilayah Filipina.

Meski lebih mengutamakan opsi dialog, pemerintah telah menyiapkan pasukan reaksi cepat di Tarakan, Kalimantan Utara. Bahkan Presiden mengatakan bahwa dirinya terus memantau persiapan pasukan reaksi cepat ini.

"Opsi dialog tetap didahulukan untuk menyelamatkan yang disandera," jelas Presiden Jokowi.(exe/rri)
0 Komentar