Senin, 05 September 2016 18:00 WIB

Pakar: UU Tax Amnesty Sudah Melenceng dari Tujuan Semula

Editor : Rajaman
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung,Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan UU Tax Amnesty yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi-JK saat ini sudah melenceng dari tujuannya semula.

UU yang seharusnya menyasar aset-aset warga negara Indonesia di luar negeri justu tidak tersentuh dan kini malah aset-aset warga negara di dalam negeri yang menjadi sasaran.

“UU ini kan tujuannya untuk mengembalikan aset-aset orang Indonesia yang ada di luar negeri, sehingga negara bisa mendapatkan manfaat dari kembalinya aset tersebut ke Indonesia dan juga tambahan dana dari denda yang ditetapkan. Tapi hal itu tidak tercapai dan kini sasarannya adalah aset-aset orang Indonesia di dalam negeri,” ujar Asep saat dihubungi, Senin (5/9/2016).

Menurut sasaran untuk mengembalikan aset orang Indonesia di luar negeri sebenarnya sudah sangat tepat, karena mungkin karena sumber aset tersebut bisa saja dari tindak pidana tipikor atau TPPU, juga karena aset-aset tersebut hanya dinikmati oleh sang pemilik aset dan negara tempat aset tersebut ditempatkan.

“Aset atau dana yang diparkir di luar negeri itu kan yang menikmati yah pemilik aset itu saja karena mungkin bisa mendapatkan bunga dari dana yang mereka simpah di bank di luar negeri, sementara negara tempat aset dan dana itu ditempatkan mendapatkan manfaat misalnya dari penggunaan dana di bank di negara mereka yang bisa menggerakan perekonomian, juga karena pembayaran pajak atas pendapatan dari aset atau dana yang mereka tempatkan disana,” tambahnya.

Sementara Indonesia yang menjadi negara tempat para pemilik aset dan dana tersebut tidak bisa mendapatkan haknya berupa pajak dan lainnya.

”Jadi wajar kalau pemerintah pun menawarkan tax amnesty kepada mereka, agar negara juga bisa mendapatkan haknya dari kewajiban warga negara membayar pajak.Masak warga negara Indonesia membayar pajak dan memberikan manfaat ke negara lain, sementara Indonesia sendiri tidak mendapatkan apa-apa,” imbuhnya.

Hal ini menurutnya berbeda dengan status aset ataupun dana warga negara yang ada di Indonesia. Warga negara yang memiliki aset maupun dana di Indonesia tentunya sudah melakukan kewajibannya dengan membayar pajak atas dana ataupun aset yang mereka tempatkan di Indonesia. Sehingga dengan demikian aset atau dana yang ada di Indonesia tersebut tidak perlu lagi dikejar-kejar.

“Warga negara Indonesia yang memiliki aset seperti rumah, apartemen,mobil,motori atau memiliki dana yang diletakkan dalam berbagai instrumen keuangan seperti depositio, ori, saham dan lainnya terdaftar semua, sehingga setiap tahun dan setiap kali ada transaksi atas aset dan dana tersebut, warga negara yang memilikinya membayar pajaknya atas namanya,” paparnya.

“Orang beli mobil baru itu misalnya bayar PPN BM atas namanya dan kalau bekas dia bayar pajak balik nama dan selanjutnya bayar pajak tahunan atas namanya.Begitu juga dengan properti misalkan rumah pasti dibayarkan BPHTB dan PBB nya atas nama pemiliki. Begitu juga dengan deposito, dimana dari hasil bungan deposito selalu dipotong pajaknya dan pemilik deposito pun memiliki atas namanya,” cetus dia.

Ini seharusnya sudah menjadi otomatis bukti bahwa yang bersangkutan telah mendaftarkan aset dan dana yang dimilikinya kepada pemerintah.

”Jadi seharusnya tanpa mengisi di SPT pun,pemerintah harusnya sudah tahu, harta apa saja yang dimilki oleh warga negara, tanpa harus mengisinya di form SPT. Data pembayaran pajak warga negara yang dipegang pemerintah seharusnya menjadi kewajiban pemerintah untuk mensinkronkannya,” kata Asep menegaskan.

Jadi seharusnya menurutnya bukan karena belum memberitahukan atau mengisinya dalam form SPT, warga negara tidak mendapaftarkan aset dan dana yang dimilikinya sehingga apa yang menjadi milikinya dan sudah dibayarkan pajaknya justru dianggap sebagai barang yang belum terdaftar dalam pajak atau aset atau dana gelap.

”Kalau aset itu dianggap gelap, lantas untuk apa warga negara membayar pajaknya tiap tahun?Dengan alasan ini maka salah jika pemeirntah kemudian mengejar warga negara yang sudah taat membayar pajak di dalam negeri dalam program tax amnesty ini.Orang yang sudah taat membayar pajak justru dikejar lagi untuk membayar denda sementara sasaran utama seperti pemilik aset di luar negeri yang tidak pernah membayar pajak kini justru dibiarkan,” tegasnya lagi.

Ini juga berbeda misalnya dengan seorang koruptor yang mencuci dana dan asetnya dengan mengatasnamakan orang lain.

”Nah kalau ada seorang koruptor kemudian meletakan uangnya di bank atau membeli aset properti atas nama orang lain, dia juga dianggap taat pajak, karena bagaimanapun dia membayar pajak meski menggunakan nama orang lain. Dalam kasus ini,ini namanya tindak pidana pencucian uang,” tegas Asep

Dengan ketidakjelasan langkah pemerintah dalam menafsirkan sendiri UU yang dibuatnya ini, maka tidak heran lanjut Asep, kalau warga negara Indonesia yang memiliki aset dan dana di luar negeri tidak juga menarik dana dan asetnya di luar negeri ke Indonesia.Pemerintah yang tidak konsisten dengan aturan yang dibuatnya sendiri tentunya tidak akan dipercaya.

”Apalagi ini mereka yang tahu benar mengenai pentingnya konsistensi pemerintah. Mereka meletakan uangnya diluar negeri kan kebanyakan juga karena tidak percaya dengan mekanisme yang ada di dalam negeri. Mereka kan lagi melihat dulu, bagaimana pemerintah menerapkan hukum yang dibuatnya sendiri itu. Kalau ternyata hukum itu tidak diterapkan konsisten mana ada pemilik dana atau aset tersebut bisa percaya sama pemerintah dan mau mengikuti program pemerintah ini,”tandasnya.
0 Komentar