Rabu, 14 September 2016 13:27 WIB

Ahli Toksikologi Kimia Pertanyakan Metode Pemeriksaan Barang Bukti Kasus Jessica

Editor : Hermawan
Laporan: Arif Muhammad Riyan

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Ahli toksikologi kimia dari Universitas Indonesia (UI) dr Budiawan menjadi saksi pertama yang memberikan keterangan dalam sidang lanjutan kasus kematian Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016).

Dalam kesaksiannya, dr Budiawan menyebut ada hal yang kurang atau informasi yang tidak ditampilkan dalam laporan pemeriksaan barang bukti oleh Puslabfor Polri terkait kematian Mirna.

"Ini sebenarnya metodenya apa? Pakai cara apa? Tidak dijelaskan dari laporan ini. Lalu, dari sekian banyak toxic (racun), kenapa ketuju pada sianida? Apa yang digunakan untuk menetapkan sianida ini (sebagai penyebab kematian)?" jelas dr Budiawan di hadapan majelis hakim.

Sebelum dr Budiawan berpendapat seperti itu, dia terlebih dahulu menjelaskan bidang ilmu yang dia kuasai, yaitu toksikologi kimia.

Keilmuan toksikologi kimia membahas tentang bagaimana sebuah zat kimia terpapar oleh manusia dan seperti apa proses atau reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh.

Sehingga, menurut dia, ahli toksikologi kimia tidak membahas apa penyebab kematian seseorang. Orang yang menentukan sebab matinya seseorang adalah dokter forensik.

Adapun acuan dr Budiawan meragukan hasil pemeriksaan barang bukti dari Puslabfor Polri pertama-tama terkait jumlah ion sianida yang terkandung di dalam barang bukti (BB) 1 dan 2.

BB 1 adalah satu gelas berisi sisa minuman es kopi vietnam Mirna sebanyak kurang lebih 150 mililiter dan BB 2 adalah satu botol berisi sisa minuman es kopi vietnam Mirna sebanyak kurang lebih 200 mililiter.

Dalam laporan hasil pemeriksaan Puslabfor Polri, tertera BB 1 positif ion sianida sebesar 7.400 miligram per liter. Sedangkan BB 2 juga positif ion sianida sebesar 7.900 miligram per liter.

Maka, menurut keilmuan dr Budiawan seharusnya lingkungan di sekitar Mirna saat meminum kopi bersianida mencium dengan jelas adanya bau tak sedap yang ditimbulkan dari zat sianida itu.

"7.400 sampai 7.900 itu terlalu besar dalam kasus sianida. Normalnya, lebih dari 10 ppm (part per million) saja sudah harus ada evakuasi darurat. Kalau segitu besar, baunya sudah ke mana-mana. Ini menurut sumber BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Nursamran Subandi, saya hanya baca datanya," papar Bdr udiawan.

Satuan ppm sama dengan miligram per liter. Berarti, jika disebut 7.400 miligram per liter, maka sama dengan 7.400 ppm.

Nursamran sendiri merupakan ahli toksikologi forensik yang jadi saksi dalam sidang Jessica sebelumnya.

Keraguan kedua dr Budiawan adalah soal hitungan tingkat keasaman (pH) yang ditampilkan dalam laporan pemeriksaan barang bukti.

Untuk BB 1 dan 2, hasil pH-nya adalah 13. Sedangkan, berdasarkan referensi buku yang dipakai dr Budiawan, ada perhitungan yang berbeda.

"Konsentrasi sianida untuk 49.105 ppm saja, pH-nya itu jadi 11,64. Ini tabel yang dipakai oleh ahli secara internasional, loh, dan semua penelitian membuktikan ini yang paling mendekati. Makanya kenapa dibilang karena sianida, itu yang masih saya ragukan. Hitungan pH-nya saja 13, ada yang tidak benar," ujar dr Budiawan.

 
0 Komentar