Rabu, 14 September 2016 19:14 WIB

Bukti Racun Sianida Tak Lengkap, Penyidik Langgar Peraturan Kapolri

Editor : Hermawan
Laporan: Arif Muhammad Riyan

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Sidang 'kopi sianida' tak lekang dimakan waktu. Dalam persidangan ke-20 ini, Ketua Tim Kuasa Hukum Jessica Kumala Wonso, Otto Hasibuan memaparkan peraturan Kapolri untuk penyidik terkait tata cara pelengkapan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) khusunya dalam pelengkapan barang bukti kasus keracunan.

Otto menilai pada saat BAP kasus 'kopi sianida' dinyatakan lengkap (P21), hal tersebut melanggar Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang tata cara dan persyaratan permintaan pemeriksaan teknis kriminalistik tempat kejadian perkara dan laboratoris kriminalistik barang bukti kepada laboratorium forensik kepolisian negara Republik Indonesia.

Pasal 58 Peraturan Kapolri itu menjelaskan bahwa pemeriksaan barang bukti untuk kasus keracunan dan korban meninggal wajib memenuhi persyaratan teknis.

Otto menyebutkan syarat-syarat teknis tersebut dan menunjukkannya melalui proyektor.

"Lambung beserta isi jumlahnya 100 gram, hati 100 gram, ginjal 100 gram, jantung 100 gram, tissue adipose atau jaringan lemak bawah perut 100 gram, dan otak 100 gram. Ini tidak dilakukan, padahal ini wajib," ucap Otto dalam persidangan Jessica di PN Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016).

Selain itu, urine sebanyak 25 mililiter, 100 mililiter darah, sisa makanan, minuman, obat-obatan, alat/peralatan/wadah antara lain piring, gelas, sendok/garpu, alat suntik, dan barang-barang lain yang diduga ada kaitannya dengan kasus, dan barang bukti pembanding bila diduga sebagai penyebab kematian korban juga harus diperiksa.

"Jadi ada berapa item yang tidak diambil," tandas Otto.

Dalam pasal yang sama, disebutkan bahwa pengambilan barang bukti organ tubuh dan cairan tubuh korban mati dilakukan dengan cara autopsi oleh dokter.

"Artinya, semua itu diambil ketika autopsi," ucap Otto.

Namun, autopsi tersebut tidak dilakukan. Otto kemudian menanyakan tidak dilakukannya autopsi dan pengambilan sampel tubuh itu kepada ahli toksikologi kimia dari Universitas Indonesia (UI), dr Budiawan.

"Kalau ini aturan hukum, kita harus patuh dan ini tidak valid," kata dr Budiawan menjawab pertanyaan Otto.

JPU Shandy Handika langsung menginterupsi dan keberatan karena dr Budiawan menjawab bukan dalam kapasitasnya sebagai ahli.

"Majelis, dia ini bukan ahli hukum," ucap Shandy.

Ketua majelis hakim Kisworo kemudian mengingatkan dr Budiawan hanya untuk menjawab pertanyaan yang sesuai keahliannya.

Lantas, Otto meralat pertanyaannya dan hanya bertanya terkait keahlian dr Budiawan terkait autopsi tersebut.

"Dalam keahlian saya, maka cairan tubuh harus diambil. Ini mutlak," tutur dr Budiawan.

Setelah dr Budiawan menjawab, JPU tidak kembali memperpanjang soal Peraturan Kapolri tersebut.

 
0 Komentar