Minggu, 30 Oktober 2016 18:00 WIB

Soal Gratifikasi Rosneft untuk Jokowi, Pakar: Pemerintah yang Buat, Pemerintah yang Langgar

Editor : Rajaman
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan langkah Jokowi mengembalikan gratifikasi dari Rosneft, sebuah perusahaan migas dari Rusia 6 bulan setelah diterima, jelas melanggar UU 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Ini jelas telah melanggar UU karena dalam UU 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi batas waktu pengembalian barang gratifikasi adalah 30 hari sejak barang tersebut diterima. Jadi kalau sudah 6 bulan baru dikembalikan, itu jelas salah dan tindak pidana. KPK harus memproses Jokowi sesuai aturan hukum yang berlaku,” ujar Asep saat dihubungi, Minggu (30/10/2016).

Pada dasarnya menurut Asep yang membuat UU adalah pemerintah sehingga aneh jika Jokowi sebagai kepala pemerintahan justru tidak memahami UU.

“Lepas bahwa produk UU tersebut dibuat bukan di jamannya, tapi dia harus tahu semua UU karena UU pada dasarnya yang membuat pemerintah. Masak pemerintah yang membuat, pemerintah juga yang tidak paham dan tidak melakukan apa yang dibuatnya sebagai peraturan,” tambahnya.

Asep sendiri heran, bagaimana Jokowi sebagai presiden terus melakukan pelanggaran demi pelanggaran ditengah komitmen Jokowi sendiri mereformasi hukum di Indonesia. Dia pun mempertanyakan orang-orang di sekeliling Jokowi yang terus membiarkan Jokowi melakukan kesalahan demi kesalahan yang seharusnya tidak terjadi.

“Dia mendengungkan reformasi hukum, tapi dia sendiri terus melanggar hukum.Bagaimana melakukannya?Sebelum mereformasi hukum, lebih baik jika presiden mereformasi dirinya dan lembaganya dahulu.Kemana orang sekelilingnya kok terus membiarkan kesalahan demi kesalahan dilakukan oleh presiden. Jokowi mempunyai menkopolkam, menkumham, jaksa agung dan lain-lain yang seharusnya bisa memberikan pertimbangan hukum,” jelasnya.

Terlalu sering Jokowi melakukan kesalahan demi kesalahan mulai dari salah kasus salah ketik, Archandra,APBN yang dipotong tanpa perseteujuan DPR sampai kasus gratifikasi ini.

”Bagaimanapun presiden itu sosok pemimpin yang harus dijaga kewibawaannya.Kalau terus menerus melakukan kesalahan maka kewibawaan presiden hilang.Nampaknya para pembantunya hanya mengiyakan saja semua keinginan Jokowi, pokoknya asal bapak senang,” imbuhnya.

Kalau memang Jokowi berniat mereformasi hukum, jelas Asep, hanya bisa dimulai dari atas ke bawah dan bukan dari bawah ke atas seperti yang dilakukannya.”Jelas tidak bisa dari bawah ke atas tapi harus dari atas kebawah. Makanya tidak heran kalau rakyat suka bingung, mau mereformasi hukum, sementara yang mau melakukan seperti tidak memahami apa yang dilakukannya,” terangnya.

Dia pun mengingatkan Jokowi kalau memang benar mau melakukan reformasi hukum untuk membuat langkahjangka panjang sehingga terlihat komitmennya.Reformasi hukum seharusnya menurut Asep tidak diartikan dengan membentuk satgas sapu bersih pungli. Komitmen mereformasi hukum harus serius.

“Jangan membalikkan logika rakyat dengan mensimplikasi masalah. Langkah pembentukan satgas saber pungli bukan langkah strategis tapi hanya langkah ad hoc, terlalu pro aktif, jangka pendek dan sangat parsial. Sayang sekali kalau presiden hanya mengurus masalah pungli,kesanya Cuma pencitraan saja yang dikejar,” tandasnya.
0 Komentar