Kamis, 24 November 2016 10:27 WIB

Program Jokowi Sewaktu Masih Jadi Gubernur DKI, Bikin PKL Merana

Editor : Hermawan
Laporan: Yanti Marbun

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Seribuan pedagang kaki lima (PKL) yang direlokasi dari Jalan Kebon Jati ke Pasar Tanah Abang Blok G, hengkang.

Dari pantauan Tigapilarnews.com, sejumlah kios di lantai 1, 2, dan 3 di Blok G pasar tersebut sudah tidak ada pedagang. Hanya tersisa beberapa saja di setiap lantai pegadang yang masih berjualan.

Bahkan yang terlihat justru beberapa kios yang ditempeli surat peringatan 1, 2, dan 3 lantaran menunggak biaya sewa. Selain itu, eskalator yang sudah disediakan pun hanya diam sia-sia tidak berfungsi.

Salah satu pedagang pakaian anak-anak, Budi (60), yang menempati kios di Blok B LO2 ACT 043 mengatakan program mantan Gubernur DKI Jakarta (Joko Widodo) itu setahun pertama begitu ramai, tapi memasuki tahun kedua dan tahun ketiga pendapatan merosot tajam.

"Tahun pertama kan dulu ada program seperti musik dangdut dan undian berhadiah yang dibuat PD Pasar Jaya dan Pemprov DKI Jakarta, sehingga mengundang pembeli. Nah, udah enggak ada itu sepi banget pengunjungnya," ungkap Budi, saat dibincangi di Lantai 2, Pasar Blok G, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis, (24/11/2016).

Budi menceritakan, penurunan omzet juga sangat dirasakan lantaran sepi pembeli. Bahkan, untuk menjawab omzet dalam sebulan, Budi tak bisa memperkirakannya.

"Sehari aja belum tentu ada pembeli. Pokonya sehari belum tentu ada pemasukan, gimana mau memperkirakan omzet,” pungkas Budi.

sepi-pengunjung-ribuan-pkl-hengkang2

Hal senada diungkapkan oleh Angga Kusuma Wardana (42). Dia yang sudah berjualan busana muslim sejak 2012 mengungkapkan kurangnya pendampingan pemerintah membuat tingkat penjualan merosot.

"Awalnya karena ada konser Jokowi, ada pendampingan dari pemerintah. Ya, lumayan pembelinya tapi semenjak Jokowi jadi presiden enggak jelas gitu. Pas jadi gubernur dipikirin gitu, sehingga jelas jadinya," ungkap Angga.

Kendati demikian, warga Cirebon ini mengungkapkan bahwa dalam sebulan hanya bisa menjual satu kodi pakaian. Perhitunganya dalam sehari yang terjual hanya satu dua pakaian saja.

"Hasil penjualan enggak mampu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ya, hitung saja sehari pengeluaran saya mencapai Rp 70 ribu. Uang itu digunakan untuk ongkos angkot dari Ciputat-Tanah Abang, uang makan, dan uang rokok belum lagi bayar sewa retribusi Rp 120 ribu per bulan," terang Angga.

"Kenapa saya masih bertahan di sini? Karena enggak punya pilihan lain, modal minim," lanjutnya.

Kabarnya, para PKL yang sempat berjualan di Blok G Pasar Tanah Abang kembali berjualan di pinggiran jalan karena sepinya pengunjung.

Saat dikonfirmasi terkait hal tersebut, Humas PD Pasar Jaya Gatra Vaganza mengakui sebagian besar PKL yang direlokasi sudah banyak yang hengkang meskipun fasilitas sudah ditambah dengan eskalator.

Sebagian pedagang yang masih bertahan di tempat itu diperkirakan adalah pedagang lama yang sudah menempati Blok G sejak awal.

"Terakhir, ada wacana pembangunan rumah susun di sana. Namun, kepastian masih menunggu dari Pemprov DKI," ujar Gatra.

Selain itu, Gatra juga mengatakan PD Pasar Jaya belum bisa membuat terobosan banyak untuk para pedagang di Blok G Tanah Abang. Dia menilai upaya yang dilakukan selama ini dianggap sudah optimal.

Untuk informasi, relokalisasi PKL yang dulu menyesaki Jalan Kebon Jati, Tanah Abang, Jakarta Pusat, itu merupakan program Jokowi  saat masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.

Awalnya, kebijakan relokasi ini mendapat banyak pujian. Akses jalan menuju ke pusat grosir terbesar se-Asia Tenggara yang semula terkunci, menjadi terurai, dan lancar.

Namun, ternyata setelah 3 tahun program berjalan, sebagian besar pedagang hengkang. Pasar pun sangat sepi. Hanya sebagian pedagang memilih bertahan karena minim modal.

 
0 Komentar