Rabu, 22 Maret 2017 14:01 WIB

Anggota KPU-Bawaslu dari Parpol Rusak Kemandirian

Editor : Rajaman
Titi Anggraini (dok/putra)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wacana anggota KPU dan Bawaslu dari partai politik diusulkan oleh Pansus RUU Pemilu merupakan ide keliru dan merusak tatanan kemandirian lembaga KPU sebagai penyelenggara pemilu.

"Pansus RUU Pemilu mesti membaca dan membuka kembali, bahwa proses perubahan dan penyusunan Pasal 22E Ayat (5) UUD NRI 1945 yang menyebut eksplisit salah satu sifat lembaga penyelenggara pemilu adalah 'mandiri'," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini dalam keterangan pers, Rabu (22/3/2017).

Ia mengatakan, makna kata mandiri di dalam pasal dan ayat tersebut dapat dilacak di dalam risalah perdebatan amandemen UUD NRI 1945 tahun 2001. Bahwa munculnya kata mandiri dimaksudkan untuk melepaskan KPU dari keanggotaan partai politik.

Hal ini muncul karena pengalaman Pemilu 1999. Penyelenggara Pemilu 1999 yang terdiri dari perwakilan anggota partai politik peserta pemilu ditambah dengan perwakilan pemerintah justru menimbulkan banyak persoalan dalam teknis penyelenggaraan pemilu.

"Hal yang paling mendasar tentu saja soal kepentingan yang berbeda antara kelembagaan KPU dengan perwakilan partai politik yang merangkap menjadi anggota KPU," kata dia.

KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu, hal utama yang mesti dilakukan adalah memfasilitasi pemilih secara adil dan demokratis untuk bisa menyalurkan pilihannya kepada orang yang akan menjadi wakil mereka.

Sementara partai politik peserta pemilu, punya kepentingan untuk memenangkan pemilihan. Inilah yang menjadi pengalaman yang tidak baik di dalam penyelenggaraan Pemilu 1999.

"Anggota KPU yang berasal dari perwakilan partai politik tidak bekerja untuk menyelenggarakan pemilu dengan adil dan demokratis, tetapi sibuk untuk mencari cara bagaimana partai politik mereka bisa menang dalam pemilu," ujar dia.

Buktinya, banyak rapat-rapat penentuan kebijakan KPU dalam pelaksanaan Pemilu 1999, dibuat tidak quorum dan deadlock oleh anggota KPU dari perwakilan partai politik. Tindakan mereka ini dilakukan untuk menghambat kebijakan yang berpotensi merugikan partai politik mereka dalam kontestasi Pemilu 1999.

Kesalahan sejarah itulah yang hendak diulangi kembali oleh Pansus RUU Pemilu. Bisa dibayangkan, kekeliruan dengan menyertakan anggota partai politik sebagai peserta pemilu pada 18 tahun yang lalu, hendak diulangi lagi untuk Pemilu 2019.

Ia mengungkapkan anggota KPU sebagai penyelenggara pemilu mesti bersih dan tidak punya kepentingan politik adalah salah satu mandat besar reformasi. Semangat itu yang menjadi dasar munculnya Pasal 22E Ayat (5) UUD NRI 1945 Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

sumber: antara


0 Komentar