Kamis, 06 April 2017 11:38 WIB

Kasus Geo Dipa Perburuk Industri Panas Bumi Tanah Air

Editor : Rajaman
Pipa Panas Bumi (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Kasus menimpa BUMN panas bumi Indonesia, PT Geo Dipa Energi merupakan murni kasus perdata bukan pidana. Namun, kasus ini bisa berdampak buruk bagi industri panas bumi Tanah Air dan program 35.000 Megawatt (MW) yang tengah dicanangkan pemerintah.

"Pasti akan menghambat program pemerintah untuk ketahanan energi listrik 35.000 MW sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden RI Joko Widodo," ujar Kuasa Hukum Geo Dipa Heru Mardijarto dalam keterangan pers, Kamis (6/4).

Dalam persidangan, Penuntut Umum terlihat kesulitan memberikan bukti-bukti dakwaannya terhadap mantan Dirut PT Geo Dipa Energi (Persero) Samsudin Warsa. Bukan itu saja, kata Heru, Penuntut Umum juga terlihat sulit untuk menghadirkan saksi atau ahli untuk membuktikan Surat Dakwaan.

Seharusnya ada dua orang saksi dari yaitu Ari Soemarno (mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dan Chairul Huda (Ahli Hukum Pidana). Namun tidak bisa dihadirkan karena Ari Soemarno sakit, dan Chairul Huda tidak menghadiri persidangan.

"Hal ini justru semakin menunjukkan bahwa tidak pernah terjadi tindak pidana penipuan dan telah terjadi kriminalisasi terhadap Terdakwa maupun Geo Dipa," kata Heru.

Menurutnya, sejak awal pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan sampai dengan saat ini, jelas dan terang terbukti bahwa tidak ada satu pun unsur tindak pidana penipuan yang terpenuhi.

"Perkara ini terbukti murni merupakan permasalahan perdata, sebab peristiwa yang dianggap telah terjadi di dalam perkara ini timbul akibat hubungan kontraktual antara Bumigas dan Geo Dipa berdasarkan Perjanjian KTR.001," katanya.

Asal mula kasus ini adalah pada 2005 saat GDE dan Bumigas kerja sama dengan kewajiban Bumigas membuat lima unit PLTPB, yaitu PLTPB Dieng 2, Dieng 3, Patuha 1, 2 dan Patuha 3.

Dalam kontraknya disebutkan juga Bumigas yang menanggung seluruh pembiayaannya, kemudian menyerahkan pembangkit yang sudah selesai dan siap beroperasi secara komersial kepada Geo Dipa Energi (GDE), dan mengoperasikan bersama melalui perusahaan operating and maintenance (O&M) patungan Bumigas dan GDE.

Namun, pada pelaksanaannya yang berlaku efektif pada 1 Februari sampai dengan Desember 2005, Bumigas belum juga melaksanakan kegiatan fisik pembangunan proyek. Geo Dipa lantas memberi peringatan kepada Bumigas, namun tak dihiraukan, bahkan sampai peringatan ke 5 di bulan Juni 2006.

"Geo Dipa masih sabar, diberi kesempatan lagi selama 6 bulan sampai Desember 2006, Bumigas tetap tak melaksanakan pekerjaan berdasarkan kontrak," Kata Heru.

Akhirnya, menurut Heru, pada 7 Mei 2007, Geo Dipa mengirim notice of default kepada Bumigas. Isinya antara lain, bila Bumigas tidak memenuhi kewajibannya dalam 30 hari, maka tanpa pemberitahuan GDE mengajukan penyelesaian kontrak melalui Arbitrase Nasional.

"Akhirnya, 26 November 2007 Geo Dipa resmi ajukan melalui Arbitrase BANI, karena Bumigas ciderai janji," kata Heru.

Kemudian pada 17 Juli 2008, Arbitrase melalui putusan No 27/XI/ARB-BANI/2007, menyatakan Bumigas melakukan cidera janji, dan menyatakan memutus kontrak keduanya di hari itu juga. Setelah itulah Bumigas melakukan upaya berbagai cara membawa persoalan ini ke ranah hukum.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah gencar mempercepat program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW. Jokowi mengatakan proyek listrik 35.000 MW bukan lagi merupakan target, namun merupakan sebuah kebutuhan.

Namun, untuk merealisasikan proyek tersebut, pemerintah menemui banyak kendala. 

Hal ini diakui oleh Menko Polhukam, Wiranto usai melakukan pertemuan dengan direksi PT Geo Dipa Energi (persero) di Kantornya, Jumat (6/1/2017).

"Geodipa itu sekarang sedang bermasalah yang perlu diselesaikan, Kemenko Polhukam akan membantu menyelesaikan itu," kata Wiranto.


0 Komentar