Rabu, 24 Mei 2017 19:30 WIB

Bappenas Akan Dorong Perencanaan Dukung Perkembangan Fitnech

Editor : Rajaman
Bambang Brodjonegoro. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) akan mendorong proses perencanaan pembangunan dapat mendukung perkembangan teknologi keuangan (financial technology/fintech) di masa-masa mendatang.

Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Bappenas Muhammad Cholifihani mengatakan pemanfaatan fintech terbukti mampu membuka akses yang lebih besar terhadap layanan jasa keuangan formal, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta pembangunan inklusif dan berkelanjutan.

"Tantangannya bagi Indonesia adalah menjadikan proses pembangunan dan pelayanan publik adaptif terhadap perkembangan Fintech. Hal ini yang akan coba kita dorong dalam proses perencanaan pembangunan," ujar Cholifhani saat lokakarya Peran Teknologi Keuangan dalam Pembangunan, dengan tema 'Fintech untuk Pembangunan yang Inklusif dan Berkelanjutan' di Jakarta, Rabu (24/5/2017).

Dalam laporan McKinsey Global Institute yang berjudul "Digital Finance for All: Powering Inclusive Growth in Emerging Economies", layanan keuangan digital dapat memberikan akses kepada 1,6 miliar orang yang tidak memiliki rekening bank untuk masuk ke sektor usaha formal. Sebanyak 95 juta lapangan kerja baru dapat diciptakan, dan PDB negara-negara berkembang meningkat sebesar 3,7 triliun dolar AS.

Keberadaan fintech sendiri diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mewujudkan keuangan inklusif di Tanah Air. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, keuangan inklusif merupakan upaya pemerintah untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik. Sasarannya adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan formal dalam kerangka pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.

Sejalan dengan sasaran RPJMN tersebut, berdasarkan Survei Deloitte Consulting dan Asosiasi Fintech Indonesia pada 2016, terdapat tiga hal yang dapat mendorong penerapan Fintech di Indonesia, yakni regulasi yang lebih jelas, kolaborasi, dan utamanya literasi keuangan. Pada 2016, Asosiasi Fintech Indonesia mendata setidaknya terdapat 140 pemain Fintech di Indonesia Dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016 menunjukkan bahwa Indeks Literasi Keuangan sebesar 29,66 persen dan Indeks Inklusi Keuangan sebesar 67,82 persen.

Merespons hal tersebut, pemerintah akan terus mendorong dan melaksanakan program literasi dan inklusi keuangan agar target Indeks Inklusi Keuangan yang dicanangkan pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) sebesar 75 persen, dapat dicapai pada 2019.

Namun, data dari OJK menunjukkan baru sekitar 67 persen orang dewasa di Indonesia pada 2016 yang mendapatkan akses di lembaga keuangan formal. Bank Dunia juga menerangkan sekitar 49 juta unit UKM belum bankable. Sementara itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pangsa kredit baru mencapai 35,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara itu, Pemerintah Australia sangat mendukung kebijakan dan program Pemerintah Indonesia ini untuk meningkatkan Indeks Literasi Keuangan dan Indeks Inklusi Keuangan. Pemerintah Australia melalui program KOMPAK memiliki kegiatan penguatan kapasitas masyarakat dan UKM dalam mengakses pasar dan jasa keuangan.

"Diseminasi informasi kepada kelompok khusus, terutama masyarakat pedesaan dan kelompok difabel, adalah kunci memperluas akses dan literasi keuangan di Indonesia," kata Unit Manager for Basic Services - Human Development Section, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia Astrid Kartika.

sumber: antara


0 Komentar