Selasa, 19 September 2017 20:37 WIB

Suu Kyi Tegaskan Tak Takut dengan Pengawasan Internasional

Editor : Yusuf Ibrahim
Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, memberikan pidato kenegaraan pertamanya sejak serangan gerilyawan Muslim memicu respons militer.

Dalam pidatonya, Suu Kyi mengatakan Myanmar tidak takut dengan "pengawasan internasional" atas krisis Rohingya.

Suu Kyi mengecam semua pelanggaran hak asasi manusia. Ia mengatakan bahwa setiap orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran di negara bagian Rakhine yang bermasalah akan menghadapi hukum.

"Kami mengecam semua pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan yang tidak sah. Kami berkomitmen untuk pemulihan perdamaian dan stabilitas dan supremasi hukum di seluruh negara bagian," ujar Suu Kyi seperti dikutip dari Sky News, Selasa (19/09/2017).

"Pelanggaran hak asasi manusia dan semua tindakan lain yang mengganggu stabilitas dan keharmonisan dan melemahkan peraturan undang-undang akan ditangani sesuai dengan hukum dan keadilan yang ketat," tegasnya.

Ini adalah pidato pertamanya untuk negara tersebut sejak serangan gerilyawan Rohingya pada bulan Agustus menyebabkan serangan sapu bersih oleh pasukan keamanan Myanmar.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa operasi militer tersebut adalah pembersihan etnis. Dia tidak membahas hal ini namun menegaskan bahwa negara tersebut berkomitmen untuk solusi berkelanjutan terhadap konflik tersebut.

"Kami merasa sangat dalam untuk penderitaan semua orang yang terjebak dalam konflik," ujarnya.

Suu Kyi diberi hadiah Nobel Perdamaian sebagai oposisi demokratis Myanmar selama bertahun-tahun pemerintahan militer dan tahanan rumah.

Tapi banyak yang telah mengkritik kebungkamannya dalam situasi Rohingya.

Dia tidak mengomentari operasi militer di negara bagian Rakhine namun mengatakan bahwa sejak 5 September tidak ada bentrokan bersenjata dan tidak ada operasi pembersihan.

Mengenai ribuan Muslim Rohingya yang telah melarikan diri ke Bangladesh, dia menambahkan: "Kami ingin mengetahui mengapa eksodus ini terjadi."

"Kami ingin berbicara dengan mereka yang telah melarikan diri dan juga mereka yang telah tinggal," imbuhnya.

Dia mengklaim bahwa mayoritas besar umat Islam di negara bagian Rakhine tetap berada di sana.(exe/ist)


0 Komentar