Jumat, 29 September 2017 06:11 WIB

Presiden Diimbau Melegislasi Pengungsi dan Pencari Suaka

Editor : Rajaman
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah. (foto Bili Achmad)

ISTAMBUL, Tigapilarnews.com – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengimbau Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melegislasi (membuat UU) kebaradaan pengungsi dan pencari suaka. Ini penting bagi Indonesia sebagai negara yang menghormati hak-hak sipil dan menghargai hak asasi manusia (HAM).

“Pertama saya tentu memgapresiasi sikap Presiden Jokowi yang telah mengeluarkan Perpres 125/2016. Dan perpres itu menjadi satu satunya landasan hukum kita sekarang dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka yang jumlahnya mencapai 14 ribu di Indonesia hari ini. Padahal, UUD jelas menegaskan posisi Indonesia di dalam konflik kemanusiaan dan global,” ujar Fahri di sela-sela memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan pemimpin parlemen negara-negara MIKTA (Mexico, Indonesia, Korea, Turki, dan Australia) di Istambul, Turki, Kamis (28/9/2017).

Isu ini disampaikan Fahri menyusul mengalirnya bantuan resmi Pemerintah Indonesia untuk pengungsi Rohingnya, baik yang berada di Bangladesh maupun di Indonesia sendiri.

Dijelaskan Fahri, Indonesia sebenarnya bukan negara peserta Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang pengungsi. Sementara itu UU Keimigrasian Indonesia juga tidak mengatur tentang pengungsi dan pencari suaka. Jadi, orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa disertai dengan dokumen yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan disebut sebagai imigran gelap.

“Saya adalah Ketua Panja yang melahirkan UU Imigrasi dulu. Ketika itu saya sudah meminta agar kita meregulasi dengan baik masalah pengungsi, karena Indonesia tidak bisa lepas dari konflik dunia dan kemanusiaan. Meski tak meratifikasi Konvensi 1951 PBB, namun Indonesia sudah meratifikasi konvensi tentang hak-hak masyarakat sipil. Apalagi, Pak Presiden sudah membuat Perpres sekarang. Saatnya peraturan tersebut kita naikan statusnya menjadi UU,” ungkapnya.

Indonesia, kata Fahri, tidak bisa lepas tangan terhadap permasalahan pengungsi. Selain itu, Indonesia merupakan anggota aktif PBB. Indonesia mempunyai tanggung jawab dalam menjunjung tinggi nilai-nilai HAM, baik bagi warga negara Indonesia sendiri maupun bangsa lain.

Kesempatan itu, dirinya mengapresiasi positif gerakan kemanusiaan yang dikelola oleh Insani Yardim Vakfi (IHH) Turki. Pasalnya, Gerakan tersebut dapat bergerak masif dan mampu menembus hambatan politik atau batas negara, seperti mobilisasi bantuan ke Suriah dan Rohingya.

“Kita ingin belajar bagaimana mereka bisa melakukan hal-hal besar menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan di seluruh dunia. Bagaimana mereka bisa dapatkan jutaan donatur, jutaan orang yang berhasil dibantu dengan trilyunan dana yang disalurkan,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, dijelaskan Fahri, selain berdiskusi hal-hal teknis seputar penghimpunan dana dan mobilisasi bantuan, pihaknya juga menawarkan untuk memberikan akses lebih luas ke Indonesia kepada IHH, terutama membangun kemitraan dengan lembaga-lembaga kemanusiaan lokal.

Tujuan kunjungan itu untuk menghadiri pertemuan antara pimpinan parlemen 5 negara yang tergabung dalam MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia). Pertemuan dilakukan selama dua hari, dari tanggal 28-29 September akan membahas tentang isu kemanusiaan, inovasi dalam pembangunan berkelanjutan, ‘capacity building’ dan energi terbarukan.

Sedangkan pertemuan parlemen negara-negara MIKTA sendiri berlangsung di Istambul, Turki pada 27-30 September. Turut hadir bersama Fahri, Wakil Ketua BKSAP DPR Syaifullah Tamliha dan Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay. 


0 Komentar