Rabu, 13 Desember 2017 06:46 WIB

Muslim dan Nasrani Palestina Bersatu Melawan Trump

Editor : Rajaman
Muslim-Nasrani Palestina Bersatu (ist)

YERUSALEM, Tigapilarnews.com - Kurang dari satu jam usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan pengakuan Yerusalem adalah Ibu Kota Israel, warga Palestina langsung protes. Lampu-lampu dimatikan di pohon Natal di luar Gereja Kelahiran Betlehem, tempat yang dipercaya menjadi saksi lahirnya Yesus Kristus.

Dilansir Reuters, Rabu (13/12/2017), memang yang selalu terdengar adalah aksi dari kalangan Islamis bila membahas soal penolakan terhadap pengakuan Trump ini. Namun nyatanya tidak demikian.

Keluar dari pelayanan Minggu di Gereja Katolik Asiria di Yerusalem, Fredrick Hazo menyalahkan Trump karena telah "menyeret dunia ke masalah", dan menuntut agar Trump membatalkan keputusannya.

"Kami bersatu, Nasrani, Muslim, kami adalah satu," kata pria Palestina usia 59 tahun ini. Dia frustasi dengan dinamika politik, namun masih percaya bahwa Tuhan akan terus menjaga kawasan ini.

"Ini tempat suci, Tuhan akan melindungi kami semua. Kami dilindungi oleh para malaikat di Yerusalem," kata Hazo yang juga musisi ini.

Warga Kristen di sini hanya satu persen saja dari keseluruhan populasi Palestina di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur. Meski begitu mereka punya pengaruh yang kuat di perpolitikan lokal dan nasional.

Pada Juli lalu, Hazo juga ikut protes bersama para muslim menolak adanya instalasi Israel untuk memindai pengunjung dekat Masjid Al Aqsa. Akhirnya detektor logam itu disingkirkan setelah berhari-hari berlangsung bentrokan berdarah. 

Bersatu dalam Doa

Paus Fransiskus menyeru agar semua pihak menghormati status quo Yerusalem. Gereja Episkopal di AS menilai pengumuman Trump "bisa membuat proses perdamaian dan masa depan solusi dua negara menjadi semakin rumit". 

Namun keputusan Trump juga disokong kuat oleh masyarakat Kristen yang lain. Trump dikelilingi oleh para penasihat evangelikal sejakmasa kampanye. Dia menjadi sosok favorit menurut para warga evangelikal kulit putih pada pemilu AS.

"Kami semua beriman kepada Injil dan kami percaya bahwa tanah Injil di Yerusalem adalah Ibu Kota kuno dari Israel sejak Raja Daud," kata warga Dallas, Mike Evans, sebagai bagian dari kelompok Evangelikal yang menemui Trump pada Minggu (10/12) lalu. 

"Jadi bagi kami sikap Presiden membuat kami sangat bangga dan terhormat," kata Mike Evans.

Seorang kasir Palestina, Mohammed Al Hawa, menyatakan keputusan Trump jauh lebih kompleks di lapangan. Soalnya semua orang dari berbagai agama berdoa di Yerusalem. 

"Kristiani, Yahudi, dan Muslim, hidup di kota ini bersama-sama. Tak ada masalah di antara mereka. Hanya politik. Pemerintah-pemerintah ingin perang," kata Al Hawa (33).

"Ini kotaku, darahku, hidupku," imbuh warga Palestina 70 tahun, berjalan di halman Gereja Makam Kudus yang dipercaya sebagai tempat Yesus disalib. 

Gereja ini terletak di lokasi yang sama dengan Al Aqsa dan tembok ratapan Yahudi. "Saya bisa pergi ke gereja, ke manapun di Yerusalem, Trump atau Netanyahu tak bisa menghentikanku," kata pria yang mengidentifikasi dirinya sebagai warga Yerusalem ini. 


0 Komentar