Rabu, 07 Februari 2018 11:32 WIB

Penghidupan Pasal Penghinaan Presiden Bentuk Penjajahan Terhadap Rakyat

Editor : Rajaman
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang kembali muncul dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebagai bentuk penjajahan terhadap rakyat.

Menurut Fahri, pasal penghinaan Presiden adalah pasal peninggalan Belanda, yang ditujukan untuk penghinaan kepada pemimpin-pemimpin kolonial, ratu Belanda, Gubernur Jenderal dan lain-lain.

"Pasal ini memang digunakan bukan di Belanda, tapi di negara-negara jajahan, jadi kalau pasal ini hidup itu sama dengan Presiden itu menganggap dirinya penjajah dan rakyat itu yang dijajah," kata Fahri saat dihubungi, Rabu (7/2/2018).

Fahri menegaskan, penghidupan kembali pasal penghinaan presiden sebagai kemunduran yang luar biasa. Karena itu, penghidupan pasal tersebut harus dihentikan.

"Karena ini memutarbalik jarum jam peradaban demokrasi kita jauh ke belakang, mudah-murahan Pak Jokowi paham bahwa ini kesalahan yang fatal," tegasnya.

Diketahui, DPR dan Pemerintah sepakat pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden masuk ke dalam RKUHP. Pasal ini tetap dipertahankan meski sudah pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Bahkan, pasal terkait penghinaan presiden ini diperluas di pasal selanjutnya dengan mengatur penghinaan melalui teknologi informasi.

Dimana, berdasarkan Pasal 263 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dapat dipidana paling lama 5 tahun penjara.

Padahal, sebelumnya Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


0 Komentar