Rabu, 21 Maret 2018 09:20 WIB

Revisi UU Narkotika, Harus Ada Sanksi Beri Efek Jera

Editor : Rajaman
Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo bersama Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil dalam diskusi Forum Legislasi di DPR (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Subagyo menegaskan, dalam revisi Undang-Undang tentang Narkotika dan Psikotropika nanti harus ada sanksi berat yang memberikan benar-benar efek jera terhadap oknum aparatur negara yang sengaja melakukan pembiaran atau membantu penyelundupan narkoba ke Indonesia.

Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “Urgensi Revisi UU Narkotika, Pengawasan dan Penindakan yang Ideal” bersama anggota Komisi III DPR RI M. Nasir Djamil di Media Center gedung DPR, Selasa (20/3/2018).

“Keberhasilan para penyelundup narkoba ke Indonesia, karena adanya bantuan dari oknum aparatur negara yang ikut juga membantu dalam proses penyelundupan,” kata Firman.

Oleh karena itu menurutnya, harus ada sanksi yang benar-benar berat dan memberikan efek jera terhadap oknum aparatur negara yang terbukti ikut membantu penyelundupan narkoba.

“Sanksi pidana terhadap oknum aparat yang terbukti terlibat dalam kasus narkoba belum memberikan efek jera sehingga masih banyak oknum aparat yang ikut membantu penyelundupan narkoba ke Indonesia,” paparnya.

Politikus Golkar ini menegaskan, harus ada sanksi sosial atau denda agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. “Sanksi sosialnya seperti kerja bakti contohnya membersihkan masjid selama satu tahun atau lebih agar mereka itu kapok,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, pemberantasan narkoba harus sampai ke akar-akarnya. Salah satunya dengan cara Kepolisian menempatkan para atasenya di negara-negara yang indikasinya menjadi pengekspor narkoba.

“Pemberantasan narkoba ini harus sampai ke hulu agar Kepolisian itu menempatkan atase ke negara-negara yang indikasinya pengekspor seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, China sehingga memudahkan koordinasi dari hulu ketika sudah ada gerak-gerikanya itu kita langsung bergerak amankan sehingga kita tidak menunggu karena kita memiliki 17.000 pulau dan pelabuhan tikus yang tidak terjangkau,” imbuh Firman.

Tergantung Aparatnya

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menegaskan pemberantasan narkoba sangat tergantung kepada aparat penegak hukum, dan juga lembaga pemasyarakat (lapas) yang menjadi sumber peredaran narkoba, perlu dibangun sistem pengawasan dan pengamanan yang terintegrasi dan terpadu.

Menurut Nasir peredaran narkoba yang terjadi di lapas karena sistem pengawasan yang lemah dan kamera-kamera yang memantau para napi juga tidak berfungsi dengan baik serta aparat yang ada dilapas juga mudah disogok.

“Sebagai contoh para napi ini menyogok aparat sipir dengan iming-iming uang 10 juta sampai 20 juta agar mereka bisa keluar masuk lapas. Ketika mereka sudah keluar lapas mereka transaksi narkoba lagi bisa sampai ratusan juta rupiah,” kata Nasir.

Untuk itu, katanya, perlu dibangun sistem pengawasan dan pengamanan yang terintegritas dan terpadu agar para napi tidak bisa dengan mudah menyogok aparat sipir dan para aparatnya juga bisa diawasi.

“Tidak mudah mengawasi lapas/rutan makanya harus ada sistem yang dibangun dan juga ada pengamanan yang terintegrasi dan terpadu. Sehingga jika ada oknum aparat yang bermain mata dengan napi-napi yang mengendalikan narkoba tidak bisa terjadi,” ujar politisi PKS ini.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyarankan kepada Presiden Jokowi agar belajar kepada Presiden Filipina Duterte, yang siap perang dan tembak di tempat bagi bandar narkoba. “Kalau tidak, maka Indonesia akan menjadi pasar narkoba dunia. Jadi, harus mempunyai komitmen atasi narkoba,” ungkapnya.

Kalau BNN kekurangan dana dan peralatan canggih lainnya kata Nasir, maka pemerintah harus merespon dengan cepat, untuk memenuhi kebutuhan, termasuk TNI dan Polri dalam menjaga keamanan bandara, pelabuhan, terminal dan daerah perbatasan.

“Saya berharap pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pendekatan pemberantasan narkoba selama ini dengan revisi UU narkotika, agar revisi itu tidak kehilangan orientasi. Jangan sampai 2025 masih bicara jenis narkoba,” pungkasnya.


0 Komentar