Selasa, 27 Maret 2018 13:17 WIB

Jabar Belum Mampu Produksi Bawang Putih

Editor : Amri Syahputra
Bawang putih

Bandung, Tigapilarnews.com - Jawa Barat belum bisa memproduksi bawang putih untuk masyarakat atau menyumbang bagi ketersediaan kebutuhan nasional. Pemerintah punya banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terkait budidaya komoditas bernama latin allium sativum ini. Kebutuhan nasional untuk bawang putih selama ini masih mengandalkan produktivitas petani di daerah Temanggung, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Itu pun hanya memenuhi lima persen saja. Sisanya, impor yang kebanyakan dari Cina. Demikian, disampaikan Kepala Dinas Pertanian dan Holtikultura Jabar Hendi Jatnika saat dihubungi wartawan, Senin, 26/3/2018.

"Jabar hampir tidak ada produksi bawang putih. Selama ini (kebutuhan) nasional mengandalkan di Jawa Tengah daerah Temanggung dan NTB," katanya.

Hendi menyatakan Jawa Barat sempat memproduksi bawang putih tahun 1980-an di Kawasan Ciwidey. Tapi minat petani terus berkurang karena harga jual kurang bersaing dengan impor. Sehingga, mereka beralih ke komoditas lain, seperti cabai. Selain faktor harga jual kurang bersaing, keengganan para petani menanam bawang putih karena metodenya sulit dan mahal, belum lagi risiko gagal panennya tinggi. Bawang putih bisa tumbuh maksimal pada ketinggian 1000 mdpl. Biaya produksinya mencapai Rp 60 juta per hektar ditambah perawatan dan pemberian pestisida yang telaten.

"Di atas ketinggian itu juga komoditas saingannya banyak, seperti kol. Biaya produksi bawang putih  tinggi, itu belum tentu keuntungannya lebih besar dari biaya produksi karena rawan diserang hama," ujarnya.

Saat ini, petani lebih mempertimbangkan nilai ekonomis yang akan dihasilkan dari budidayanya.Terkait program untuk membangkitkan semangat petani membudidayakan bawang putih mengandalkan dari pusat. Ia berharap Kementerian Pertanian RI segera melakukan pengembangan bawang putih, terutama menyediakan benih.

"Ketersediaan benih susah. Yang ada impor. Itu juga mahal. Apalagi benih kan urusan nasional," imbuhnya.

"Untuk program di dinas, kami mencari lahan yang cocok dan menyiapkan ketersediaan sumberdaya yang memadai," pungkasnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan RI mengakui jika sejumlah komoditas pangan di Indonesia masih mengandalkan impor. Kebijakan itu dilakukan dalam rangka menjaga keseimbangan harga dan ketersediaan untuk masyarakat.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito menyatakan bahwa 95 persen kebutuhan bawang putih di Indonesia masih dipenuhi oleh impor dari Cina. Kebijakan itu dilakukan untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga yang saat ini mencapai Rp 13 ribu sampai Rp 15 ribu per kilogram.

Meski begitu, ia tetap berupaya untuk meningkatkan tingkat produksi bawang putih dalam negeri bersama Kementerian Pertanian.

"Bawang putih 95 persen impor. Harus ada keseimbangan untuk mewujudkan itu dengan kebijakan impor bawang putih," ucapnya usai memimpin Rapat Koordinasi Kebijakan Perdagangan Menjelang Ramadan dan Idulfitri 1439 H di Hotel El Royale, Jumat (23/3).

"Keseimbangan juga dapat dilakukan dengan cara penanaman. Kalau tidak menanam, seumur-umur kita harus impor bawang putih," pungkasnya.


0 Komentar