Jumat, 30 Maret 2018 08:33 WIB

Menteri BUMN Diminta Tunda Perombakan Direksi Pertamina

Editor : Rajaman

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Kebijakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, yang akan merombak nomenklatur Direksi Pertamina menuai sorotan dari kalangan DPR.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Inas N. Zubir menyebut,? kebijakan Rini telah menimbulkan keresahan luar biasa di internal pekerja PT Pertamina.

Sebelumnya, SK Menteri Rini itu juga telah digugat oleh Federasi Serikat Perkerja Pertamina Bersatu (FSPPB) ke PTUN.

Politikus Fraksi Hanura ini pun menilai, penerbitan SK bernomor 39/MBU/02/2018 itu memang kontroversial. Sehingga pantas dipersoalkan oleh para pekerjanya.

"Ini bisa juga kita sebut bodong karena tanpa melalui proses kajian untuk merubah nomenklatur direksi Pertamina," kata Inas, Jumat (30/3/2018).

Dijelaskan dia, kisruh di tubuh Pertamina tersebut telah menarik perhatian kalangan dewan.

Hal itu, kata Inas, bermula saat Panja Pertamina Komisi VI sedang berlangsung, tiba-tiba Menteri Rini akan merombak nomenklatur direksi Pertamina.

"Bisa saja kita menduga bahwa ada sesuatunya Menteri BUMN di Pertamina yang disembunyikan dari penciuman DPR," ungkapnya.

Dalam rapat panja Pertamina dengan Deputy Pertambangan Industri Strategis dan Media Kementrian BUMN, Fajar Harry Sampurno serta Ditektur Utama Pertamina, Elia Massa Manik, terungkap bahwa perubahan nomenklatur direksi Pertamina sama sekali tidak melibatkan jajaran direksi terkait dan cenderung terburu-buru dan tidak transparan dan tidak akuntabel.

Oleh karena itu, lannjut Inas, Panja Pertamina Komisi VI meminta Mentri BUMN untuk menunda implementasi SK 039 tersebut sebelum Mentri BUMN menjelaskan kajian yang bisa dipertanggung jawabkan kepada Panja Komisi.

"Karena, berdasarkan UU MD3, Panja Komisi VI bisa merekomendasikan kepada pemerintah untuk mencabut SK 039 tersebut," ucap Inas.

Sebelumnya, kebijakan Menteri BUMN Rini Soemarno yang mengeluarkan SK 039 dipersoalkan oleh para pekerja PT Pertamina.

Para pekerja PT Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Mereka mendesak Menteri BUMN Rini Soemarno mencabut Surat Ketetapan (SK) Nomor 039/BU/02/2018 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan dan Pengalihan Tugas Anggota Direksi Pertamina.

Presiden FSPPB, Noviandri menyatakan, alasan para pekerja menggugat SK Menteri BUMN itu karena kebijakan Rini Soemarno yang telah melakukan perombakan atau reorganisasi direktorat PT Pertamina dengan menghilangkan direktur gas telah menyalahi ketentuan hukum yang berlaku.

Menurutnya, kebijakan tersebut justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum di tubuh Pertamina.

"Surat keputusan yang telah memberhentikan dan meniadakan Direktorat Gas Perusahaan Perseroan PT Pertamina tanpa memberikan alasan yang jelas telah menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Noviandri, Kamis (1/3/2018).

Tidak hanya itu, lanjut Noviandri, para pekerja di Pertamina juga menilai kebijakan mereorganisasi direktorat di tubuh perusahaan BUMN itu dapat berdampak pada inefisiensi di tubuh Pertamina.

"Karena pimpinan Depot harus berkoordinasi dengan tiga direktorat untuk distribusi atau delivery produk, tentunya hal tersebut juga akan berdampak pada terjadinya penambahan biaya over headdan gaji US$1,2 juta per tahun untuk tiap direktorat baru," ujarnya.

Ia pun menilai, kebijakan Rini Soemarno itu telah melanggar asas kemanfaatan. Sebab, dengan dihilangkannya Direktorat Gas di tubuh Pertamina itu Kementerian BUMN telah mengabaikan pengelolaan Blok Mahakam yang menghasilkan 60 persen gas dan selama ini ditangani oleh direktorat gas Pertamina.

"Itu alasannya, dikarenakan SK menteri BUMN telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) terutama asas manfaat, efisiensi dan transparansi sebagaimana diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Selain melanggar AUPB, menteri BUMN juga melanggar Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara," katanya.


0 Komentar