Jumat, 20 April 2018 14:03 WIB

Perubahan HPN Bisa Ubah Visi Misi Pers

Editor : Rajaman
Susaningtyas Nefo Handayani (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com  - Perubahan wacana Hari Pers Nasional (HPN) diusulkan oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dari awal 9 Februari ke 23 September bisa saja dilaksanakan bila pengajuannya dilandasi alasan yang jelas serta kronologis sejarah seperti apa. 

Hal ini dikatakan Mantan Anggota Komisi I DPR yang kini aktif sebagai pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati terkait polemik wacana perubahan HPN.

"Saya rasa ini tidak bisa sembarangan banyak pihak harus dilibatkan dalan penentuan tanggal tersebut termasuk Kementerian terkait dan Komisi I DPR," kata Nuning saat dihubungi, Jumat (20/4/2018). 

"Suatu peringatan terhadap Hari tertentu tidak semata dilakukan sekedar memperingati saja tetapi ada semangat yang melandasinya, dan tentu ada legislasinya," lanjut dia.

Politikus Hanura ini menyatakan wacana perubahan HPN juga bisa merubah makna.

"Bila kita lihat dari sudut pandang intelijen, pergantian tanggal dalam memperingati suatu peristiwa penting akan berimplikasi pada perubahan semangat," terang Nuning.

Pasalnya, peringatan HPN yang diperingati 9 Februari memiliki akar sejarah yang kuat sebagai insan pers pejuang di masa itu.

Kesepakatan itu melahirkan suatu gagasan bahwa insan pers berkomitmen menjaga dan mempertahankan NKRI. Sedangkan usulan 23 September sebagai Hari Pers Nasional yang baru dilandasi dari keluarnya UU 40/1999 tentang pers. 

Dalam iklim reformasi, UU tersebut sebagai pembuka kebebasan pers.

Lebih lanjut, Nuning mengkhawatirkan jika perubahan itu akan merubah visi misi entitas pers yang lahir dari hari penetapan awal.

"Visi misi yang terkandung dalam entitas komunitas yang memperingatinya ini nanti bisa berubah," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mendesak Dewan Pers untuk merevisi tanggal Hari Pers Nasional (HPN). Peringatan HPN pada 9 Februari dinilai sebagai salah satu tradisi peninggalan Orde Baru di bidang pers.

HPN menggunakan rujukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers. Regulasi itu telah direvisi pada 1982 dengan keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982. UU nomor 11 tahun 1966 tidak berlaku lagi setelah lahirnya UU Nomor 40 tahun 1999. “Perkembangan itulah yang memicu lahirnya ide untuk merevisi Hari Pers Nasional.” Ketua Umum AJI, Abdul Manan dan Ketua Umum IJTI, Hendriana Yadi menyampaikannya dalam siaran pers pada Jumat, 9 Februari 2018.

Selain karena menggunakan hari kelahiran satu organisasi wartawan, pelaksanaan peringatan Hari Pers Nasional juga tidak banyak berubah dari pelaksanaan semasa Orde Baru. AJI dan IJTI menyatakan, tanggal 9 Februari sejatinya adalah hari kelahiran organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Peringatan tahunan itu mulai dilakukan setelah Presiden Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985 yang menetapkan tanggal itu sebagai Hari Pers Nasional (HPN).

Padalah, menurut kedua organisasi pers ini, setelah Soeharto jatuh menyusul gerakan reformasi tahun 1998, ada sejumlah perubahan penting yang terjadi dalam bidang media yaitu koreksi regulasi Orde Baru. Di antaranya, terbitnya UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers serta pencabutan Surat Keputusan (SK) Menteri Penerangan Nomor 47 tahun 1975 tentang pengakuan pemerintah terhadap PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan di Indonesia. 

AJI dan IJTI mendesak Dewan Pers sebagai payung bagi organisasi komunitas pers segera membahas revisi tanggal HPN. Perubahan tanggal itu, menurut AJI dan IJTI, diharapkan tidak hanya membuat HPN bisa diperingati oleh lebih banyak komunitas pers, tapi juga untuk mengubah tradisi pelaksanaannya selama ini.

AJI dan IJTI juga meminta Presiden Jokowi mencabut SK Presiden Nomor 5 tahun 1985 yang menjadi dasar hukum penetapan 9 Februari sebagai HPN. Menurut AJI dan IJTI, ada sejumlah masalah mendasar dalam pelaksanaannya yaitu dasar hukum dari Keppres yang sudah tidak berlaku lagi. 


0 Komentar