Jumat, 27 April 2018 14:20 WIB

Dorong Perempuan Jadi Agen Literasi Media dalam Menangkal Hoax & Konten Radikalisme

Editor : A. Amir
Olga Lidya

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Media sosial dapat menjadi sarana pemberi informasi yang baik, tetapi juga berbahaya apabila tidak dibarengi dengan sikap terbuka. Di sisi lain, informasi di media sosial bisa diakses oleh siapapun, bahkan oleh anak usia dini. Di sini pentingnya peran perempuan dalam menjaga keluarga dan lingkungan sekitarnya dengan menjadi agen literasi media sosial atau hoax buster.

“Perempuan sangat bisa menjadi agen literasi media sosial karena anak dekat dengan ibu dan ibu bisa mengingatkan suami untuk selalu berfikir positif. Perempuan memiliki cara yang lebih lembut dalam pendekatan emosional.” Ujar Artis dan presenter, Olga Lidya, saat ditemui di Jakarta, Jumat (27/4/2018).

Hoax dan konten negatif lainnya memang seringkali dibungkus dalam informasi yang bisa menyentuh emosi. Banyak berita bohong yang dibuat dramatis yang bertujuan untuk memancing emosi banyak orang demi kepentingan tertentu, seperti penyebaran konten hasutan dan ajakan kekerasan.

“Hoax sebenarnya juga bisa digunakan sebagai ajang perekrutan untuk kaum remaja Indonesia yang sudah banyak terekrut kelompok teroris di Suriah khususnya. Hal ini seharusnya dapat membuat kita menjadi lebih waspada dengan mengajak mereka bicara tentang apa yang dia pikirkan dengan berita hoax itu, bukan hanya melarang mereka untuk membaca dan bicara bahwa itu berita tidak benar (hoax) tanpa memberikan pengertian atau arahan apapun pada mereka.” Ujar Olga

Di sinilah menurut Olga, perempuan yang memiliki kedekatan lebih terhadap anak dan memiliki sensitifitas emosi yang tinggi berperan penting sebagai agen literasi di keluarga. Perempuan harus didorong menjadi agen pendidik di keluarga dan lingkungan sosial tidak hanya bagi penyebaran konten hoax, tetapi juga konten-konten bermuatan kekerasan dan radikalisme.

Namun, secara psikologis perempuan kadang cenderung lebih kurang memiliki rasa percaya diri, pemalu dan merasa dirinya kurang pintar dibanding orang lain. Jadi, ketika ada kiriman berita atau foto dari orang yang dianggapnya lebih pintar, lebih sukses dan dihormati dari dirinya hal ini bisa membuat perempuan menjadi lebih percaya dengan berita tersebut.

“Nah kurang rasa percaya diri ini yang bisa menghambat perempuan untuk bisa menimbang logis atau tidak logisnya berita itu. Karenanya peningkatan kapasitas perempuan juga sangat penting.” tegas Olga.

Karena itulah, Olga mendorong generasi muda harus bijak dalam menggunakan sosial media agar tidak mudah terpengaruh yang mendorong mereka pada perbuatan yang radikal, yang sebenarnya tanpa disadari dia sedang di adudomba melalui konten hoax tersebut. Konten hoax dan informasi yang menyesatkan sudah sangat sulit dibedakan tingkat kebenarannya.

“Poin penting dalam menangkal hoax adalah harus bisa memilah berita yang logis atau tidak logis dan menimbang penting tidak penting berita ini untuk saya atau untuk orang lain. Kalau dirasa tidak mambawa kebaikan ya tidak perlu disebarkan. Apabila berita gembira silahkan disebarkan, karena menebar kegembiraan itu bisa merubah energi positif.” saran Olga

Indonesia merupakan bangsa dengan beraneka ragam suku, agama dan etnisnya. Keragaman ini harus dijaga dalam bingkai persatuan dengan tidak mudah tercerai-berai dengan adanya berita hoax yang dapat memecah belah persaudaraan masyarakat.

“Saya percaya kebaikan yang kita dapatkan, apabila kita mau bekerja sama untuk mewujudkan indonesia yang damai. Dengan begitu semua orang bisa bekerja dengan aman, tenang. Dan dengan begitu kita bisa menjaga kesejahteraan dan kedamaian lingkungan dan keluarga dari Sabang sampai Merauke,” tutup perempuan lulusan Universitas Parahyangan ini. (AA)


0 Komentar