Kamis, 10 Mei 2018 14:32 WIB

Polri Dipuji, Masyarakat Dimbau Ikut Bersihkan Penyakit Radikalisme

Editor : Yusuf Ibrahim
Densus 88. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Mantan Kepala BIN, Jenderal TNI (Purn) A.M. Hendropriyono, memuji langkah Polri dan Densus 88 yang berhasil mengatasi kerusuhan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Hendropriyono memberikan apresiasi. "Sebagai warga negara, saya mengucapkan selamat atas keberhasilan Polri dan Densus 88 yang berhasil melumpuhkan kelompok teroris, dan meminimalisir korban dalam insiden itu," kata Hendropriyono kepada wartawan, Kamis (10/05/2018).

Menurut Hendropriyono, napi terorisme secara moral telah kehilangan hak asasinya. Itu lantaran napi terorisme menurutnya merupakan pelanggar HAM berat.

"Kejahatan baru yang mereka perbuat di rutan Mako Brimob ini telah menelanjangi sendiri baju yuridis yang mereka kenakan," tegas Hendropriyono.

Dalam kasus pemberontakan di penjara yang dibarengi penyanderaan, kata dia, merupakan suasana kedaruratan yang sah untuk diatasi dengan kekuatan fisik. Hendropriyono memuji langkah Densus 88 dalam peristiwa yang terjadi selama 36 jam tersebut. 

"Nalar intelijen pasukan Densus 88 berbuat lebih cerdas, sehingga berhasil mengatasi keadaan tanpa korban jiwa tambahan. Untuk prestasi tersebut saya ucapkan selamat dan terimakasih sebagai anggota masyarakat bangsa kita," tambahnya.

Hendropriyono juga menyebut potensi teroris seperti pelaku kerusuhan di Mako Brimob itu cukup banyak di masyarakat. Untuk itu dia berharap agar masyarakat wajib ikut serta membersihkan diri dari penyakit radikalisme.

"Ini sudah waktunya seluruh elemen bangsa kita bergerak bersama untuk mengamankan diri sendiri dari virus radikalisme yang subur bagi terorisme dalam segala bentuknya," kata Ketua Umum DPN Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia itu.

Setiap RT di seluruh pelosok Indonesia diminta secara gotong-royong menolak kehadiran setiap sosok radikal. Ini baik sosok radikal yang masih hidup ataupun yang sudah mati untuk kembali ke kampungnya masing-masing.
"Saya ingatkan lagi bahwa dalam suasana kedaruratan seperti ini, tidak ada aturan apapun yang punya daya rekat. Kita tidak mungkin lagi dapat melaksanakan hukum, walaupun kita tidak boleh melanggarnya," ucap Hendropriyono.

"Yang dapat kita lakukan adalah menerapkan hukum baru yang otomatis hadir dalam suasana seperti itu. Pada konteks kedaruratan, pilihannya to kill or to be killed. Membunuh atau dibunuh. Itulah konteks hukum kedaruratan," imbuhnya.

Dalam drama yang berlangsung 36 jam lebih itu, 5 anggota Polri gugur menjadi korban. Satu napi terorisme juga tewas.(exe/ist)


0 Komentar