Senin, 11 Juni 2018 14:28 WIB

Klaim Amien Rais Layak Jadi Capres Disindir Yusril Ihza Mahendra

Editor : Yusuf Ibrahim
Yusril Ihza Mahendra (kanan) bersama kader PBB, La Nyalla Mahmud Matalitti. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, mengaku tidak ingin mengikuti manuver politik Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais. 

Maka itu, klaim Amien Rais bahwa dirinya layak menjadi calon presiden (capres) disindir Yusril Ihza Mahendra. 

"Dalam pepatah Jawa, ucapan pemimpin itu adalah sabdo pandito ratu, artinya ucapan seseorang yang kedudukannya sangat tinggi, bagai seorang pandito (guru maha bijaksana-red) dan seorang ratu (raja-red)," kicau Yusril dalam akun Twitternya, @Yusrilihza_Mhd, Senin (11/6/2018). 


Karena itu, kata Yusril, ucapan pemimpin harus ucapan serius dan terpercaya. Kemudian, lanjut dia, ucapan pemimpin harus ucapan yang sudah dipikirkan dengan matang segala akibat dan implikasinya. 

"Ucapan pemimpin itu akan menjadi pegangan bagi rakyat dan pendukungnya," kata pakar hukum tata negara ini.

Karena itu pula, lanjut Yusril, ucapan pemimpin harus lahir dari hati yang tulus. "Bukan kata bersayap, yang seolah diucapkan dengan kejujuran, tetapi di belakangnya mempunyai agenda pribadi yang tersembunyi," ujar mantan menteri sekretaris negara ini.

Lebih lanjut dia mengatakan, ucapan pemimpin itu juga tidak boleh mencla-mencle alias tidak konsisten. "Pagi ngomong dele, sore ngomong tempe, artinya ucapannya berubah-ubah, inkonsisten," tutur mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM) ini.

Sebab, ucapan pemimpin yang tidak konsisten itu diyakininya akan membingungkan rakyat dan pendukungnya. "Karena ucapan pemimpin adalah sabdo pandito ratu, maka pemimpin itu tidak boleh plintat plintut alias munafiqun, dalam makna, lain yang diucapkan, lain pula yang dikerjakan," ujarnya.

Yusril menuturkan, pemimpin yang ucapannya plintat-plintut itu akan kehilangan kredibilitas di mata rakyat dan pendukungnya. "Berpedoman kepada pepatah Jawa sabdo pandito ratu itu, maka sejak awal saya tidak berminat ataupun tertarik dengan inisiatif Pak Amien Rais yang melakukan lobi sana-sini, untuk untuk memilih siapa yang akan maju dalam Pilpres 2019 hadapi petahana," ungkap Yusril.

Kemudian, Yusril mengungkapkan pengalaman adalah guru paling bijak. "Tahun 1999 dalam pertemuan di rumah Fuad Bawazier, Pak Amien meyakinkan kami semua untuk mencalonkan Gus Dur. Saya dan MS Kaban menolak. Kami tidak ingin mempermainkan orang untuk suatu agenda tersembunyi," ungkap Yusril.

Oleh karena itu, lanjut Yusril, tahun 2018 ini pun dirinya tidak ingin ikut-ikutan dengan manuver Amien. "Bukan karena saya apriori, tetapi saya belajar dari pengalaman. Saya kini Ketum Partai. Saya ibarat nakhoda, yang harus membawa penumpang ke arah yang benar, dengan cara-cara yang benar pula," tuturnya. 

Akhirnya, lanjut Yusril, pengalaman tetap lah menjadi guru yang bijak baginya. "Mudah-mudahan bagi orang lain juga," katanya.(exe/ist)

 

0 Komentar