Sabtu, 16 Juni 2018 21:14 WIB

Tanggapan Jimly Asshiddiqie atas Gugatan Ambang Batas Presiden ke MK

Editor : A. Amir
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai bahwa perubahan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold berpotensi mengganggu tahap Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Itu disampaikan Jimly saat ditemui di kediaman ketua DPD Oesman Sapta Odang usai menghadiri acara halalbihalal, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (16/6).

Hal itu diungkapkan saat mengomentari permohonan uji materi Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke MK.

Ia menilai harusnya tak ada ambang batas pencalonan presiden pada 2019 mendatang. Dalam sistem demokrasi, menurut Jimly, presidential threshold (PT) atau ambang batas pencapresan idealnya nol persen. 

"Yang paling cocok sama demokrasi, ya, nol persen," ujar Jimly. 

Ambang batas nol persen akan membuka semakin banyak calon maju di pemilihan presiden.  Hal itu menurut dia positif dan bisa menawarkan pilihan pemimpin presiden di 2019 nanti. 

"Kita banyak referensi. (Di Pilpres Rusia) yang penuhi syarat, kan, 8 enggak apa apa. Apa iya terlalu banyak? Enggak juga, memang bangsa kita terlalu majemuk jadi banyak capres tidak apa-apa," lanjutnya. 

Lebih lanjut, ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ini juga menyarankan agar gugatan ambang batas pencalonan presiden ini bisa diputus sebelum pendaftaran capres pada Agustus nanti. 

Sebab menurut dia jika putusan baru keluar setelah pendaftaran, maka akan menyulitkan penyelenggara dan peserta pemilu.

"Kalau sudah pendaftaran itu berlaku prinsip sudah masuk ke proses. Jangan lagi nanti setelah sudah masuk ke tengah jalan lalu diubah. Bukan hanya soal negara, tapi penyelenggara, pesertanya pun kacau, pemilih juga kacau," katanya.

Sebelumnya, sebanyak 12 tokoh publik bersiap menggugat ulang ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konsititusi (MK). 

Beberapa orang di antaranya adalah mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan akademisi yang menilai ambang batas presiden yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 222 tentang pemilihan umum, mengebiri hak rakyat memilih presiden.

Dalam UU Pemilu itu partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014 guna mengusung pasangan calon presiden.

Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto, Chatib Basri, Rocky Gerung, dan Faisal Basri tercatat sebagai pemohon dari rencana uji materi tersebut.(AA)


0 Komentar