Kamis, 19 Juli 2018 07:20 WIB

Jusuf Kalla: Indonesia Ambil Alih 51 Persen Saham Freeport

Editor : A. Amir
Wakil Presiden Jusuf Kalla

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, Indonesia bisa saja mengambil alih saham PT Freeport Indonesia lebih dari 51 persen. Namun, hal itu tak dilakukan karena berbagai pertimbangan. Pertama, soal teknologi. Menurut Kalla, Indonesia tetap masih membutuhkan Freeport karena perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu dinilai menguasai teknologi pertambangan. "Kenapa hanya 51 persen? Karena kita masih butuh teknologi Freeport," ujar Kalla saat memberikan pembekalan kepada calon perwira remaja TNI-Polri 2018 di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (18/07/2018).

Kedua, selain teknologi, Freeport juga dinilai masih memiliki kemampuan di berbagai hal. Misalnya, pemasaran hasil tambang dan kemampuan manajemen proyek.

Ketiga, persoalan dana. Wapres mengatakan, upaya untuk divestasi saham Freeport membutuhkan dana yang tidak sedikit. Menurut dia, untuk divestasi 51 persen saham Freeport saja mencapai lebih dari Rp 50 triliun. Angka itu, kata dia, separuh dari nilai jual Freeport yang mencapai Rp 100 triliun. Meski belum mengambil alih seluruh saham Freeport, kata Kalla, Indonesia tetap akan mendapatkan keuntungan dari divestasi 51 persen saham Freeport.

Wapres yakin, setelah Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas Freeport, pendapatan negara akan meningkat. Lapangan kerja di Papua diyakini akan lebih banyak. Banyak pihak mempertanyakan divestasi saham 51 persen yang dianggap mahal. Padahal, kontrak karya (KK) Freeport akan habis pada 2021. Dengan habisnya KK, Indonesia dinilai bisa mengambil alih tambang Freeport dengan gratis 2021. Namun pemerintah menilai, ada sejumlah ketentuan di KK yang justru akan memberatkan bila menunggu sampai 2021.

Sejumlah ketentuan itu dinilai bisa membuat makin banyak dana yang harus di keluarkan oleh Indonesia untuk mengambil alih Freeport. Oleh karena itu, setelah melakukan serangkaiaan negosiasi panjang, langkah besar menuju kepemilikan mayoritas tersebut diambil. Ditandai dengan penandatanganan Head of Agreement antara PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum (Persero) dengan PTFI di Kementerian Keuangan, Kamis (12/7/2018). Namun penandatanganan Head of Agreement ini bukanlah ujungnya. Masih ada tahapan lain, yaitu dalam waktu dekat Inalum harus melakukan pembayaran 3,85 miliar dollar AS atau sekitar Rp 55,44 triliun (kurs Rp 14.400 per dollar AS). 


0 Komentar