Senin, 03 September 2018 20:07 WIB

DPR: Data Orang Miskin BPS dan BPJS Kesehatan Berbeda

Editor : Rajaman
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah Pimpin Audensi Komisi IX dengan BPJS

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bersama Pimpinan Komisi serta beberapa anggota IX DPR melaksanakan rapat dengan Direksi dan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan di Gedung Jamsostek, untuk menindaklanjuti rapat dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan temuan tekait pelayanan untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Gedung Jamsostek, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (3/9/2018).

Dalam kesempatan itu,Fahri Hamzah didampingi Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf, dan Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay serta jajaran anggota Komisi IX DPR, termasuk Staff Khusus dan Tenaga Ahli DPR RI. Rombongan DPR RI diterima oleh Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto dan jajaran Direksi BPJS Ketenagakerjaan.

Kepada jajaran direksi dan Pengawas BPJS Kesehatan, Fahri mengatakan data yang dikeluarkan oleh BPS tentang jumlah orang miskin, berbeda dengan data yang ada di BPJS Kesehatan tentang coverage, juga berbeda dengan yang ada di Depkes.

Karena itu, DPR ingin meminta penjelasan secara teknis, khususnya terkait dengan BPJS Ketenagakerjaan.

"Kami juga ingin mendengar ke arah integrasi itu, apakah ada. Karena kan apa pun ini, under line-nya adalah universal coverage, yang sebetulnya nanti satu warga negara punya satu identitas saja, apakah itu kesehatan atau ketenagakerjaan," tanya Fahri saat audensi.

Sementara itu, Dirut BPJS Ketenagakerjaan Agus Sustanto menjelaskan dana dialokasikan sesuai yang telah diatur regulasi.

Setidaknya BPJS Ketenagakerjaan telah menempatkan ke obligasi, reksadana, deposito dan penyertaan investasi lainnya.

"Investasi selalu laporkan ke pihak terkait, sesuai regulasi ke ojk, presiden. Hasil audit dipaparkan di publis di website," katanya.

Terkait investasi ke infrastruktur, Agus menekankan, jika investasi tersebut secara tidak langsung. Jadi, investasi tersebut melalui sebuah instrumen.

"Infrastruktur BPJS Ketenagakerjaan tidak investasi langsung, misal ada investasi ke tol Sumatre, ya gak langsung, tapi beli surat beharga yang diterbitkan oleh lembaga kita lihat issuernya. Jadi dibeli instrumennya," katanya.

Melanjutkan pernyataannya, Fahri Hamzah mengaku kalau sebenarnya BPJS sendiri ada keterbatasan-keterbatasan yang antar departemen atau kelembagaan yang membuatnya itu menjadi ruang geraknya agak sempit.

Karena itu, ia mengusulkan untuk membuat rapat yang lebih lengkap dengan mengundang beberapa pihak terkait.

"Rapat lengkap nantinya untuk mengkerangka keseluruhan dari temuan dan persoalan, mulai dari persoalan regulasi dari kelembagaan. Bila perlu kita undang dari Kementerian Hukum dan HAM, untuk mengetahui apakah sebuah lembaga yang diciptakan oleh Undang-Undang seperti BPJS itu tidak punya hak regulasi sendiri sedemikian rupa kok menunggu begitu lama, sehingga tidak jadi-jadi barang itu," katanya.


0 Komentar