Jumat, 06 Desember 2019 15:41 WIB

Prioritaskan Pembahasan Omnibus Law daripada RKUHP, Suparji Achmad: Pemerintah dan DPR Tak Konsisten

Editor : Rajaman
Pakar Hukum Pidana Suparji Achmad (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Ahli hukum pidana Suparji Achmad menyatakan daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020 tidak menyenangkan. Pasalnya, pemerintah dan DPR tidak konsisten dengan memprioritaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait omnibus law daripada pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). 

Padahal lanjut Suparji bahwa pada periode DPR sebelumnya DPR dan pemerintah sudah menyatakan RKUHP akan disahkan menjadi UU pada periode DPR saat ini. Begitu juga dengan RUU Pemasyarakatan, RUU Mineral dan Batubara dan RUU Pertanahan. 

"Logikanya pembahasan yang sudah matang, tinggal disahkan, diperbaiki. Kalau kaya begini cara memulai yang baru, menunda yang lama, itu menjadi tidak konsisten, tidak produktif dan mengaburkan apa yang disampaikan sebelumnya," ujar Suparji Achmad di Jakarta, Jumat (6/12/2019). 

"Jadi pointnya pertama prolegnas ini tidak berkesinambungan dengan periode sebelumnya," sambungnya. 

Dalam daftar Prolegnas prioritas 2020, terdapat 4 RUU terkait Omnibus Law yakni RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekomian; RUU tentang Kefarmasian; RUU Cipta Lapangan Kerja; RUU Ibu kota Negara. Pemerintah pun sudah menyatakan bahwa Januari 2020 akan menyerahkan draft RUU terkait Omnibus Law kepada DPR.  

Menurut Suparji, sikap pemerintah dam DPR ini membuktikan bahwa dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak ada sebuah visi yang pasti untuk menetap masa depan. Sehingga Suparji mempertanyakan omnibus law ini bentuknya seperti apa dan urgensinya seperti apa? Tujuan dan orientasinya apa? Apa bisa mengatasi yang dihadapi bangsa dan negara? 

"Jadi akan membuat sebuah norma UU yang bisa integrasikan berbagai sektor. Misalnya ada suatu UU tentang perizinan. Lalu perizinan diberbagai tempat itu diambil, itu kan tidak mudah dan tidak menyelesaikan masalah," katanya. 

Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini menambahkan bahwa sebenarnya yang terpenting dalam sebuah UU dan implementasinya terletak pada aparat dan budaya hukumnya. "Kalau budaya, birokrasinya lalu aparaturnya tidak mendukung, membuat UU sesimpel apapun maka prakteknya akan rumit," sebutnya.

Sebab itu, Suparji menegaskan bahwa DPR dan pemerintah memprioritaskan pembahasan RUU yang mandek pada periode DPR sebelumnya terlebih dahulu. "Jangan memikirkan sesuatu yang masih awang-awang. Kita gemar mempersoalkam yang bukan masalah. Maju mandur dan tidak menjadi produktif, buang-buang waktu," pungkasnya. 

Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan, pemerintah bakal lebih memprioritaskan pembahasan omnibus law daripada RKUHP. "Iya, tentunya dia (RKUHP) kan masuk carry over. Tapi yang masuk skala superprioritas adalah super-omnibus law. Setelah itu nanti kita akan bahas (RKUHP)," kata Yasonna saat ditemui di Hotel Sari Pacific, Jakarta, Kamis (5/12/2019).

Yasonna mengatakan, pemerintah akan membahas ulang 14 pasal bermasalah dalam Rancangan RKUHP bersama DPR. Beberapa di antaranya ialah pasal mengenai penghinaan terhadap presiden, zina, dan pasal-pasal lain semisal hukuman bagi seseorang yang unggasnya memasuki dan mengotori rumah orang lain. Ada pula pasal mengenai aborsi yang juga akan dibahas ulang lantaran menimbulkan pemahaman yang kontroversial.

Mensosialisasikan

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery mengatakan bahwa pihaknya akan lebih dulu menyosialisasikan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan sebelum pengesahan. Sosialisasi itu bakal dilakukan ke berbagai kelompok masyarakat, seperti ke kampus-kampus. Hal ini mengingat ada beberapa kelompok masyarakat yang sempat menolak pengesahan kedua RUU itu.

Politisi PDIP ini juga menyebutkan, substansi yang disosialisasikan tentang RUU tersebut tidak berbeda dengan RUU yang sebelumnya sempat ditunda pengesahannya. Namun demikian, substansi itu bukan tidak mungkin berubah. Hal ini, kata Herman, juga bergantung dari hasil sosialisasi. (Rob)


0 Komentar