Senin, 10 Februari 2020 13:13 WIB

China Mulai Kewalahan Tangan Pasien Corona

Editor : Yusuf Ibrahim
Perawatan pasien Corona. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pemerintah China tampak mulai kewalahan dalam menangani virus corona yang telah menewaskan sedikitnya 811 orang dan telah melampaui jumlah korban epidemik SARS pada 2002/2003.

Jumlah korban yang terinfeksi virus corona juga telah mencapai 37.198 kasus dan telah menyebar ke berbagai penjuru China.

Optimisme yang pernah digaungkan Pemerintah China saat virus corona awal merebak kini sudah berubah menjadi pesimisme. Pemerintah Provinsi Hubei tetap meliburkan sekolah hingga 1 Maret mendatang untuk mengantisipasi wabah virus corona menyebar lebih luas.

Otoritas meminta pengusaha untuk memperpanjang liburan hingga 10 hari. Hal ini menyebabkan banyak kota di China menjadi kota hantu dalam dua pekan terakhir.

Kementerian Keuangan China pun menyediakan anggaran besar mencapai senilai USD10,26 miliar untuk memerangi virus corona. Dana tersebut digunakan untuk pemeriksaan dan perawatan warga yang terinfeksi virus mematikan tersebut.

Kepercayaan Badan Kesehatan Dunia (WHO) kepada Pemerintah China yang diyakini bisa mengatasi virus corona pun mulai memudar. Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memimpin penyelidikan wabah virus corona. Tedros akan memimpin para pakar dari Pusat Kontrol Penyakit (CDC) Amerika Serikat guna menyelidiki wabah virus corona. "Kita berharap demikian (penyelidikan bersama-sama)," kata Tedros.

Di tengah kondisi ini, jutaan warga China juga mulai frustrasi dan tidak lagi percaya kepada pemerintah dalam menangani virus corona. Kekecewaan itu antara lain disampaikan dalam situs jejaring sosial Weibo. “Yang membuat frustrasi adalah hanya ada data resmi,” kritik salah satu pengguna Weibo.

Para pengguna lainnya mengkritik tidak bisa membeli masker dan kewajiban harus bekerja kembali. “Lebih dari 20.000 dokter dan perawat dari berbagai penjuru China dikirim ke Hubei. Kenapa jumlah korban terus bertambah?” Pengguna Weibo lainnya memberikan tanggapan.

Jumlah korban yang terinfeksi virus corona pada Sabtu lalu menurun hingga 2.656 kasus. Sebanyak 2.147 kasus berada di Provinsi Hubei.

Hingga tadi malam, merujuk data dari Sekretariat Kantor Staf Presiden (KSP), jumlah korban virus korona di China mencapai 37.229 kasus. Adapun total kasus di seluruh dunia mencapai 37.589. Sebanyak 814 orang tewas dan 2.860 berhasil disembuhkan.

Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional China menyatakan pemerintah kini menghadapi kurangnya pasokan obat-obatan dan peralatan medis. Mereka menyatakan penyediaan peralatan pemeriksaan, obat, dan vaksin akan didorong secepatnya untuk diproduksi secara massal. Sebelumnya Deputi Gubernur Hubei Cao Guangjing menyatakan peralatan pelindung bagi paramedis mengalami kekurangan sehingga membahayakan keselamatan mereka.

Dampak perekonomian China akibat virus corona diperkirakan akan terus memburuk. Pasar saham melorot drastis dan investor lari meninggalkan China. Pengusaha memilih investasi yang aman seperti emas dan mata uang Jepang yen. Sebagian perusahaan pun masih tutup dan pekerja kerah putih memilih bekerja dari rumah.

Ancaman kelaparan juga menghantui warga China yang terisolasi. Kenaikan harga daging babi dan produk makanan lainnya diperkirakan tidak bisa dihindari karena masih lumpuhnya sistem transportasi di sebagian besar China.

“Wabah virus korona telah mengganggu sistem suplai makanan dan obat-obatan,” kata Deputi Direktur Biro Kesehatan Hewan di Kementerian Pertanian China, Kong Liang. Dia pun mengungkapkan para pekerja pertanian juga belum bisa bekerja secara normal karena ancaman wabah virus corona. “Melihat adanya blokade di beberapa tempat, harga makanan dipastikan naik,” kata Kong.

Reuters melaporkan jumlah korban tewas harian hingga Sabtu lalu mencapai 89 orang. Komisi Kesehatan China menyatakan jumlah korban tewas akibat virus corona telah melebih korban tewas SARS yang sebanyak 774 orang. Apalagi seorang warga Amerika Serikat yang dirawat di Wuhan menjadi korban tewas pertama non-China. Kemudian seorang warga Jepang juga dilaporkan tewas di sana.

Joseph Eisenberg, profesor epidemologi Sekolah Kesehatan Publik Universitas Michigan, mengatakan terlalu dini kalau epidemi virus corona saat ini disebut telah mencapai puncaknya. “Jika kasus yang dilaporkan telah mencapai puncak, kita tidak mengetahui apa yang terjadi dengan kasus yang tidak dilaporkan,” katanya seperti dilansir Reuters. Dia mengungkapkan, banyak kasus virus korona di wilayah perdesaan di China yang tidak diungkap.

Dalam kalkulasi Reuters, virus tersebut telah menyebar ke 27 negara dan kawasan. Sebanyak lebih dari 330 orang telah terinfeksi. Dua kematian akibat virus corona telah terjadi di luar China, yakni Hong Kong dan Filipina, di mana kedua korban adalah warga China.

Hong Kong memberlakukan karantina selama dua pekan bagi semua orang yang baru tiba dari China. Pengunjung diminta untuk mengisolasi diri di kamar hotel atau pusat karantina yang dikelola pemerintah, sementara penduduk diharuskan untuk tinggal di rumah mereka. Jika ada yang melanggar aturan baru akan dihukum dengan denda dan hukuman penjara. Hingga kini tercatat ada 26 kasus virus korona di Hong Kong.

Pada Sabtu (8/2), Prancis mengonfirmasi adanya lima kasus baru di wilayah Haute-Savoie, termasuk seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun yang menjadikan jumlah mereka yang terinfeksi di negara itu menjadi 11 orang.

Menteri Kesehatan Prancis Agnès Buzyn mengatakan semua dari lima kasus baru adalah warga negara Inggris yang tinggal di tempat yang sama, yang juga menampung seorang warga Inggris yang pernah berada di Singapura. Kondisi mereka disebut tidak serius. Enam orang lainnya yang tinggal di rumah tersebut sedang diamati.

Jumat lalu Singapura menambah tingkat respons terhadap virus corona menjadi orange atau level setingkat SARS dan H1N1. Peringatan tersebut menyebabkan kepanikan warga Singapura dengan memborong makanan. Banyak perusahaan keuangan di Singapura juga meminta karyawannya meningkatkan kewaspadaan.

Penyelenggaraan Singapore Airshow 2020 pekan ini diperkirakan akan tetap dilaksanakan. Namun Pentagon akan mengurangi jumlah delegasinya. Adapun firma pertahanan Washington Lockheed Martin dan Raytheon Co menyatakan tidak akan bergabung dengan acara tersebut.(sndo)


0 Komentar