Senin, 02 November 2020 12:31 WIB

SBY Tulis Pesan pada Presiden Prancis Terkait Karikatur Nabi Muhammad SAW dan Islam

Editor : Yusuf Ibrahim
Presiden RI ke-VI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Presiden RI ke-VI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuliskan pesan kepada Presiden Prancis, Emmanuel Macron terkait pernyataannya tentang karikatur Nabi Muhammad SAW dan Islam.

SBY meminta Macron untuk menghentikan penyebarluasan kartun nabi. Pesan ini ditulis SBY di kediamannya di Puri Cikeas dan dibacakan oleh staf pribadi SBY, Ossy Dermawan dalam podcast yang diunggah di akun resmi SBY di Instagram, Youtube dan Facebook, pada Senin (2/11/2020) dini hari tadi. "Akhir Oktober 2020 ini, datang lagi berita buruk (bad news) dari Prancis. Amat disayangkan, benturan antar peradaban yang membuahkan kekerasan terjadi lagi di Perancis. Cerita lama kembali berulang," kata SBY.

"Lagi-lagi, atas nama kebebasan (freedom) seorang warga Prancis dan kemudian dibela negaranya, dianggap telah menyakiti umat Islam. Akibatnya, sebagai bentuk perlawanan dari komunitas muslim, lagi-lagi, ada yang melakukan tindakan yang melampaui kepatutannya. Alhasil, siklus kekerasan-balas membalas terjadi lagi. Kalau hal begini terus berlangsung, kapan kita bisa ke luar dari lingkaran pertikaian ini? Kapan pula kedamaian dan harmoni benar-benar hadir dalam kehidupan antar bangsa?," tambahnya. 

Menyusul insiden itu, sambung SBY, dunia kembali dibanjiri oleh pernyataan dari para pemimpin dunia, ada yang senada, tetapi ada pula yang amat berbeda. Secara eksplisit, hampir semuanya mengecam pembunuhan guru sejarah Prancis yang mempertunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada para muridnya.

Juga, beberapa hari setelah itu, dunia kembali mengecam insiden penusukan yang terjadi di Nice, Perancis, yang mengakibatkan jatuhnya 3 korban jiwa dan sejumlah orang luka-luka. Termasuk pula kecaman terhadap penembakan seorang pendeta Gereja Ortodoks Yunani di Lyon. Diduga, aksi terorisme ini dilatarbelakangi oleh penyebaran karikatur Nabi Muhammad secara demonstratif di negara itu.

"Saya amati pula, ternyata tidak ada yang membenarkan kekerasan dan aksi-aksi terorisme itu, apa pun alasannya. Kecaman juga datang dari para pemimpin negara Islam. Bukan hanya dari para pemimpin negara Barat," ujar mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini.

Menurut SBY, sebagai seorang yang pernah memimpin negara yang kaum muslimnya terbesar di dunia, ia merasa lega. Namun, ia merasa ada yang mengusik dan mengganggu pikirannya, karena setelah sama-sama mengecam terjadinya aksi kekerasan dan terorisme itu, dunia kembali terbelah. Di satu sisi, para pemimpin negara-negara barat segera membangun solidaritas dan dukungan terhadap Prancis dengan tema besar kebebasan dijamin negara, harus diterima oleh siapa pun dan tak boleh diganggu. Kebebasan, atau freedom itu di atas segalanya.

Sementara itu, sambung mantan Menko Polhukam itu, para pemimpin dan tokoh di dunia Islam kembali mengecam penghinaan terhadap Islam, atau blasphemy, defamation, melalui pembuatan karikatur Nabi Muhammad tersebut. Kemarahan umat Islam makin besar ketika Presiden Macron mengeluarkan pernyataan yang dinilai mendiskreditkan agama Islam (insulting). Protes-protes sosial segera berlangsung di sejumlah negara, barang-barang produksi Prancis pun ikut diboikot.

"Kalau ditelusuri, keyakinan dan pandangan dari kedua belah pihak memang secara fundamental berbeda. Bahkan berlawanan," imbuhnya.

SBY melihat, pandangan yang saling berbenturan ini memunculkan pertikaian yang tidak diharapkan. Sementara, semua bangsa di dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19 yang memerlukan kemitraan dan kerja sama. Dia pun mempertanyakan, apakah sulit memetik pelajaran dari masa lalu. Apakah manusia itu benar-benar sulit untuk berubah. Juga sulit untuk berbagi rasa dan bersedia untuk saling mendengar. Bukan hanya sigap berperang kata, bersahut-sahutan.

"Mestinya, paling tidak harapan kita, para pemimpin dunia bisa menjadi bagian dari solusi dan bukannya bagian dari masalah. Mencari titik temu adalah solusi, sementara saling salah-menyalahkan itu masalah," imbau Ketua Majelis Tinggi Partao Demokrat itu.

Oleh karena itu, SBY menyampaikan pandangan sekaligus pesan kepada Presiden Macron. Dia menanyakan apakah membuat karikatur Nabi Muhammad, apalagi yang sifatnya mengolok-olok, itu etis atau tidak etis, benar atau salah, serta boleh atau tidak boleh. Jawaban dari pertanyaan ini sungguh penting, karena inilah yang menjadi sumber dan penyebab utama terus terjadinya benturan antara dunia Barat dan dunia Islam. Diakuinya, Prancis dan dunia Barat umumnya berpendapat bahwa kebebasan itu mutlak dan tak dapat dihalang-halangi oleh siapa pun, termasuk kebebasan untuk membuat karikatur Nabi Muhammad SAW, dengan segala olok-oloknya.

"Nah, di sinilah saatnya saya harus berkata langsung (to the point). Hentikanlah membuat karikatur Nabi Muhammad. Sekali lagi, hentikanlah. Tindakan itu sangat melukai, menghina, melecehkan dan bahkan menantang umat Islam di seluruh dunia. Ini sungguh serius. Saya tidak mendramatisasi dan melebih-lebihkan," kata SBY.

SBY menuturkan, sebagai muslim moderat dan bukan radikal. Ia pun berpikiran terbuka dan senantiasa membangun toleransi dengan umat agama mana pun, identitas apa pun. Meskipun, sebagai seorang muslim ia tetap teguh pada akidah Islam. Ia juga memahami teori Huntington tentang Clash of Civilization dan pandangan Dominique Moisi tentang Geopolitics of Emotion, yang menggambarkan adanya masalah yang fundamental dalam hubungan dunia Barat dan dunia Islam, sehingga seharusnya ini harus dijembatani dan dibangun dialog.

"Konkretnya, sekali lagi, hentikanlah menggambar karikatur tokoh yang sangat dihormati oleh umat Islam itu, Nabi Muhammad SAW. Janganlah karikatur Nabi Muhammad justru dijadikan contoh pembenar bagi mutlaknya kebebasan. Sebaliknya, yang bijak dan mendidik adalah bila mengatakan seperti ini. Meskipun kebebasan itu hak yang asasi bagi setiap manusia, namun tak berarti tidak ada batasnya. Contohnya, janganlah kita membuat karikatur Nabi Muhammad karena itu akan sangat melukai umat Islam. Mestinya begitu yang harus disampaikan, dan bukan sebaliknya," tegas Presiden RI periode 2004-2014 itu.

"Tanpa harus terus menggambar, menerbitkan dan mempublikasikan karikatur Nabi Muhammad, tidakkah ruang untuk mengekspresikan kebebasan itu sangat luas. Bahkan seluas samudra. Ada ribuan kata, gambar dan bentuk-bentuk lain untuk mengekspresikan sebuah kebebasan," katanya.(mir)


0 Komentar