Senin, 26 April 2021 08:44 WIB

Cak Gembong Ketua Umum IA ITB Potensialkan Alumni Melalui "Connecting The Dots" dalam Meeting Zoom dengan Team Cangkroekan Arek ITB

Editor : A. Amir
Peserta meeting zoom: Cak Gembong Primadjaja, Cak Saritomo, Cak Abdul Kohar, Cak Imam Mdz (tidak nampak di inset photo) dan Cak Heru Prabowo sebagai moderator dalam obrolan santai ala "team Cangkroekan".

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pada kesempatan pertemuan secara virtual, obrolan- obrolan santai ini diprakarsai oleh "Team Cangkroekan". Yang bila dimaknai duduk-duduk santai sambil ngobrol sana-sini yang dilakukan oleh sejawat (kawan dekat) sambil bergurau. Selain itu istilah "cangkruk" (asal bahasa Jawa), bisa diartikan juga sedang mencari penjelasan, atau bahasa yang lebih dikenal "kongkow."

Peserta meeting zoom secara daring dihadiri oleh: Cak Gembong Primadjaja (pembicara utama), Cak Saritomo, Cak Abdul Kohar, Cak Imam Mdz, Ning Lina dan Cak Heru Prabowo sebagai moderator dalam obrolan santai ala Cangkroekan. Tujuan dari cangkroekan ini adalah sharing informasi, mencerahkan dan sifatnya mendapat penjelasan secara lebih santai. Meeting zoom yang dilaksanakan oleh team Cangkroekan ini adalah edisi (kali) kedua terhadap para tokoh nasional.

Dibuka oleh Cak Saritomo dengan terlebih dulu mengucapkan selamat ke Cak Gembong atas terpilihnya sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni ITB (Institut Teknologi Bandung) yang baru untuk 4 tahun kedepan (periode 2021 - 2025), agar bisa sukses membawa nama alumni ITB.

Cak Saritomo menyampaikan pula: "Mencoba mendiskusikan dari heart to heart (hati ke hati) dari harapan seluruh alumni ITB untuk bisa menjadi masukan buat Cak Gembong melangkah kedepan. Sekaligus ada keinginan alumni ingin mengetahui (gambaran) dari Cak Gembong seperti apa dan mau dibawa kemana alumni ITB" ke depan.

"Keterlibatan alumni yang luas dengan segala keterbatasan diharapkan oleh Cak Gembong membawa organisasi alumni lebih modern. Dimana ada komunikasi antara anggota dengan anggota, anggota dengan dengan pengurus, anggota dengan ketua. Kemudian komunikasi antara Pengda, Komisariat dan Prodi dengan pengurus pusat, itu semua dilakukan dengan alat bantu (infrastruktur)".

Connecting The Dots

Menghubungkan titik-titik (connecting the dots) menjadi metafor untuk menggambarkan bagaimana hubungan antara satu gagasan dengan gagasan lain, antara satu alumni dengan alumni lain. Ini merupakan cara untuk mengetahui apa saja hal-hal yang menjadikan sebuah persoalan begitu ruwet untuk diselesaikan. Dengan menghubungkan titik teka-teki itu, persoalan menjadi jernih terlihat.

Selanjutnya menurut Cak Gembong: "Follow up dari connecting the dots ini, dibentuknya FGD ( Focus Group Discussion) untuk mengakomodasi alumni sesuai minat dan hal-hal yang dicari dari IA-ITB. Tidak seperti sebelumnya (Pilpres 2019) mengambil pengalaman ada 20 group, saling hujat cebong kampret. Sesuatu yang harus disiasati dari sekarang karena kita akan menghadapi lagi (Pilpres 2024), agar yang tidak berminat masalah politik sudah tertampung diarahkan lebih bermanfaat dalam group-group discussion tersebut".

"Kita banyak masalah yang jauh lebih bermanfaat untuk diperhatikan, sebagai contoh persoalan sanitasi. Cak Gembong akan meminta Pemda Jatim untuk mengidentifikasinya. Kebetulan Cak Gembong berdomisili di Bandung, masyarakat kota Bandung 40 % masih BABS (Buang Air Besar Sembarangan), baik ke sungai maupun ke kebun- kebun atau di tempat-tempat lain karena sanitasi belum menjadi prioritas bagi mereka.

"Yang penting mereka bisa tidur, tidak kena hujan, angin dan tidak kena panas. Tidak punya toilet maupun WC, tidak apa-apa. Padahal ITB sudah ada disitu 100 tahun, menghasilkan baynak ahli planologi, arsitek, sipil. Banyak lulusan dari ITB ingin ikut membangun bangsa, tapi ternyata ada masalah di sekitar kampus dimana 40 % masyarakat  tidak memiliki fasilitas sanitasi yang memadai, belum di tangani secara optimal."

Dengan "connecting the dots" itu, kita mau selesaikan dengan mengumpulkan orang- orang untuk memberesi bareng-bareng masalah ini.

"Di kota Bandung, ada juga masalah soal protein, telor, daging dan lain sebagainya. Masyarakat kelas menengah kebawah tidak semuanya mengkonsumsi semua itu. Sehingga kita akan menginisiasi, mencoba membuat suatu perencanaan untuk membuat ternak ayam dan penggemukan sapi dan kambing untuk komunitas kota saja. Kita bicaranya skala-skala kecil, kita tidak membicarakan skala nasional, tapi ini akan mulai menyelesaikan masalah-masalah yang ada disekitar kita. Mungkin di Jawa Timur juga sama, Surabaya, Kediri dan lain sebagainya sampai ke Banyuwangi."

"Hal-hal yang tidak terlihat oleh orang banyak, harus kita lihat dan carikan solusinya. Untuk itu kita membutuhkan sumber daya yang cukup. Kalau uang kita bisa cari, melalui group funding. Tapi tenaga-tenaga kerjanya tidak pernah dilakukan, nah ITB punya (orangnya). Alumni-alumni mudanya dapat dilibatkan, yang selama ini mereka hanya tidak terkoneksi dengan kita."

"Dengan coneccting the dots ini, yang bisa diakses melalui gagdet, harapannya alumni muda ini bisa terlibat membangun komunitas masyarakat yang tertinggal. Upaya- upaya ini selain kita juga akan bicara teknologi "industri four point zero" atau yang lain-lain. Tapi ini ada hal-hal yang mendasar yang harus diselesaikan. Kita membantu pemerintah daerah dan pemerintah kota untuk bisa menyelesaikan masalah ini, karena kita punya semuanya, kita punya teknologinya, kita punya ilmunya, kita punya sumber dayanya, akses kita punya dan lain sebagainya."

"Nah ini yang mungkin kita kembangkan melalui connection the dots itu, sehingga alumni ITB itu bisa meningkat engagement (keterikatan) alumni-alumninya secara lebih luas."

"Yang kedua, alumni ITB ini belum kelihatan gotong-royongnya secara nyata. Saya akan menghidupkan, kemarin saya sudah rapat dengan Rektor dan BPUDL ITB (Badan Pengelola Usaha dan Dana Lestari). Itu bagaimana kita mulai meminta alumni itu untuk ikut berkontribusi secara nyata dalam bentuk materi tentunya. Meskipun sedikit Rp.50.000,- maupun Rp.100.000,- kita bisa berkontribusi, akan kita buat melalui connecting the dots ini, kita akan meminta: "Agar teman-teman ini, ayolah kita sisihkan sedikit buat ITB, kita jaring melalui connecting the dots."

"Digital platform ini tidak akan bisa berfungsi kalau tidak dibantu oleh teman-teman yang lain. Makanya saya selalu mengatakan diawal bahwa kekuatan IA (Ikatan Alumni) itu adanya di pengda (pengurus daerah), prodi, komisariat dan kelompok- kelompok hobby (kelompok lari, kelompok sepeda, kelompok golf). Pengda-pengda itu juga merupakan kekuatan IA, jadi IA pusat itu sebenarnya cuman administratur (fasilitator)."

"Jadi ini yang saya akan rubah, kekuatan IA itu adanya di pengda-pengda semua. Bukan lagi di pusat, pusat ini hanya melaksanakan kegiatan yang sifatnya mendorong, memfasilitasi, memperkuat pengda-pengda ini. Makanya dalam pengurusan, saya ingin adanya wakil dari pengda-pengda itu dalam kepengurusan. Saya akan segera bentuk, saya akan menyebarkan surat kepada pengda-pengda untuk memberikan 2 nama untuk dijadikan pengurus pusat.

"Saya akan melakukan assessment, ada pihak ketiga yang akan melakukan assessment. Jadi saya tidak secara personal meskipun saya punya mandat untuk menunjuk. Kenapa ini semua harus dilakukan? Karena organisasi kita harus lebih baiklah kedepan, jangan dari tahun ke tahun begini-begini saja (tidak berubah)."

"Jadi pengda akan jadi kekuatan baru di organisasi kita, lebih dominan di pengda dan nanti pada akhirnya sy diberikan mandat untuk merubah AD ART IA, dan nanti calon Ketua Umumnya akan lahir dari pengda-pengda ini (komisariat atau prodi)."

"Jadi jangan lagi yang enggak jelas jadi calon (Ketua IA ITB), kalo kita ingin memperbaiki bukan menghancurkan yang ada. Dari yang ada, kita tingkatkan, kalo yang belum ada kita buat menjadi ada."

Selain itu, Cak gembong juga menyampaikan bahwa kepengurusan yang akan dibentuk selama periode tahun 2021 – 2025 akan menerapkan “shadow kabinet” yang merupakan ‘mirroring’ dari Kabinet Pemerintah saat ini. Hal ini dimaksudkan untuk bisa berperan lebih nyata kepada isu-isu nyata di masyarakat dengan memberikan response dan masukan lebih cepat.

Dalam dialog itu, Cak Abdul Kohar menceritakan kejadian temannya di Kadin yang menelpon memberikan ucapan surprise atas Ketua Umumnya yang baru (IA ITB). Kalo IA ITB sebelumnya dijabat oleh pejabat publik (selevel Menteri). Ini menggambarkan Ketuanya yang sudah-sudah, tidak terlau aktif dan kegiatan IA ITB hanya bersifat seremonial saja dari mulai Laksamana Sukardi hingga Hatta Radjasa. Sedangkan yang sekarang ini suatu sosok yang hebat (orang lapangan, familiar dan memiliki waktu/kesempatan mengurus organisasi).

Harapan dengan hadirnya Cak Gembong bisa memberikan semangat, memotivasi alumni untuk berbuat (pada bangsa dan negara). Padahal potensi alumni cukup bagus untuk digerakkan, alumninya tersebar di daerah-daerah (seantero nusantara). Dan kesempatan buat Cak Gembong untuk membuktikan karena tidak terbebani apa-apa (orang bebas).

Oleh Cak Gembong menanggapi (cerita Cak Abdul Kohar), mengharap ketua-ketua pengda berdiri sejajar dengan ketua umumnya, sehingga terlihat IA ITB itu hebat- hebat disetiap daerah, itu yang ingin dibuat IA ITB kedepan. Tidak ada lagi hanya satu orang yang terlihat dalam satu kepengurusan (organisasi) tapi tampilnya pengda- pengda kedepannya, ini yang harus dipikirkan sama-sama agar bisa tercapai.

Yang kedua: Kaderisasi di pengda-pengda juga harus dijalankan agar IA ITB bisa bersaing di skala nasional, itu bisa menunjukkan orang yang berada di pengda- pengda memiliki potensi yang merata disetiap daerah. Cak Gembong yakin dengan powerfull IA ITB akan bisa diperhitungkan kembali untuk membantu pemerintah (berada di pemerintahan).

Dengan dibangun IA model kebersamaan, begitu ada pemilhan ketua umum yang baru, akan dikedepankan tepo selironya bukan kompetisinya. Cak Gembong juga sangat menaruh perhatian pada potensi-potensi yang dimiliki anggota IA untuk melakukan kerjasama dengan organisasi-organisasi nirlaba atau bisa menjadi dan mendapatkan peluang-peluang yang dapat dikerjakan (kerjasama dengan Kadin).

Sedangkan dari Cak Imam Mdz memberi tanggapan soal iuran waktu acara kongres (dihitung): "Seandainya 100.000 alumni (anggota) memberi Rp.20.000/bulan, itu sudah Rp.2 Milyar/bulan yang masuk ke alumni (organisasi). saya rasa Rp.20.000,- tidak terlalu berat, tinggal bagaimana dari pusat sesuai connecting the dots, dimana power ada itu di pengda-pengda. Tentu pergerakan alumni ITB itu akan terprogram, terintegrasi sehingga akan dirasakan manfaatnya baik oleh baik internal alumni yang "akan melatih dirinya untuk berkiprah, tapi juga masyarakat akan mendapat dampak yang positif. Dari tik-tak antara internal dan masyarakat ini, maka apa yang dipandang oleh pemerintah bahwa alumni ITB ini betul-betul banyak memberikan support (bantuan) kepada pemerintah tanpa diminta (itu yang menarik)."

"Membantu alumni muda dengan spirit (tidak mematahkan semangat), intinya alumni bisa eksis dimasyarakat, membangun profesional pada alumni muda dan care (peduli) pada masyarakat. Atas masalah-masalah yang terjadi ditengah masyarakat, akan dicarikan solusi dan pendanaannya.

Dari suara milenial yang diwakili oleh Ning Lina, perlunya media centre di tingkat pusat untuk bisa meliput serta menyuarakan kegiatan-kegiatan di semua pengda dan hal itu di setujui oleh Cak Gembong untuk di realisasikan dalam waktu dekat.

Di akhir sesi, Cak Heru menyampaikan concern tentang pentingnya team work di kalangan alumni dan di tanggapi oleh Cak Saritomo bahwa perlunya membangun fondasi team work ini di tahun pertama kepengurusan Cak Gembong. Program sederhana yang bisa dilakukan adalah memasukkan materi team building dalam acara Rakernas yang akan dilakukan tahun depan.

Sebagai penutup, Cak Saritomo menyampaikan bahwa kerinduan semua alumni adalah bersatu dan berperannya seluruh alumni untuk kemajuan bangsa & negara dan harapan serta optimisme yang besar sekali untuk Cak Gembong bisa membawa IA-ITB  bisa berkiprah dan berperan lebih banyak pada nusa dan bangsa. "Cak Gembong untuk semua".


0 Komentar