Sabtu, 05 Maret 2022 14:51 WIB

Kronologi Sengketa Tambang Batu Bara yang Berujung Aduan ke KPK

Editor : Yusuf Ibrahim
KPK. (foto istimewa)
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Sengketa perkara tambang batubara di Kalimantan Tengah antara PT TGM dan PT KMI dalam ranah hukum pidana  masih ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri. 
 
Kasus ini berawal dari masalah wanprestasi dimana PT KMI tidak membayar bagi hasil atas batubara yang telah dijual ke China dan dalam negeri, oleh karena PT KMI tidak membayar bagi hasil kepada PT TGM sebagai pemegang IUP yang sah, maka  Hery sebagai pendiri dan salah satu pemegang saham PT TGM yang pada tahun 2019 tidak mau lagi menandatangani dokumen pengangkutan batubara dan PT KMI menganggap PT TGM sengaja menghambat kegiatan operasi penambangan PT KMI di lokasi wilayah tambang batubara PT TGM.
 
 
Wang Xiu Juan selaku Direktur PT KMI melaporkan Hery ke Bareskrim Mabes Polri pada tanggal 06 September 2019 atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan atas  uang yang ditransfer dari rekening pribadi milik Wang Xiu Juan alias Susi ke rekening pribadi Hery dalam kurun waktu 2008 – 2012. 
 
 
“Hery baru mengenal Wang Xiu Juan alias Susi sekira tahun 2012, lalu mengapa Wang Xiu Juan dapat mentransfer uang ke rekening pribadi  Hery pada 2008-2012 ? Hal itu karena sesungguhnya Hery hanya mengenal Wang Feng (kakak kandung Susi yang WNA China) sejak 2008. Rekening Heri dipinjam oleh Wang Feng untuk menerima uang dari Wang Xiu Juan karena Wang Feng tidak memiliki rekening bank di Indonesia. Tidak mungkin ada orang (susi)  yang mentransfer uang ke rekening orang yang tidak dikenal apabila tidak ada perintah dari orang yang dikenal si pengirim uang. Keterangan ini sudah disampaikan pada BAP dalam penyidikan tanggal 18 dan 22 Oktober 2021 di Bareskrim, oleh karena itu patut diduga terjadinya  perubahan riwayat data perseroan PT KMI pada Ditjen AHU sangat berkaitan erat dengan  kapan Wang Xiu Juan masuk di PT KMI. Data riwayat PT KMI pada Juni 2021 tertera Wang Xiu Juan pertama kali menjadi komisaris dan pemegang saham PT KMI pada 14 November 2012 tetapi pada data Februari 2022 telah berubah dimana Wang Xiu Juan masuk di KMI 13 Mei 2009, siapa yang mengubah data tersebut? Dan apa dasar perubahan data tersebut? Apakah ada keterlibatan oknum Ditjen AHU dalam perkara ini dan apa kepentingannya? Ini harus diusut tuntas oleh Kemenkumham” Kata H. Onggowijaya, S.H., M.H. dalam keterangannya.
 
 
Benang merah permasalahan hukum antara PT TGM dan PT KMI berawal dari adanya MOU perjanjian Kerjasama Operasi Produksi Bagi Hasil yang disepakati pada tahun 2012, dimana saat ini masih berlangsung perkara perdata wanprestasi  di Pengadilan. PT TGM menuntut ganti rugi terhadap PT KMI karena menjual batubara tanpa membayar hak bagi hasil kepada PT TGM, sementara PT KMI membuat narasi seolah – olah uang untuk Wang Feng (kakak kandung Wang Xiu Juan)  yang ditransfer oleh Wang Xiu Juan dari rekening pribadinya melalui rekening Hery pada 2008-2012 adalah uang untuk mendirikan P.T. TGM, padahal sejatinya rekening Hery hanya dipinjam oleh Wang Feng untuk menerima dana.
 
 
“P.T KMI itu selalu membuat narasi ke semua pihak bahwa PT KMI memiliki PT TGM karena uang pendirian PT TGM berasal dari PT KMI. Kami berpendapat bahwa  narasi tersebut dibuat-buat padahal diketahui PT KMI berdiri tahun 2005 dan PT TGM berdiri tahun 2008, secara logika hukum jika benar PT KMI adalah pemilik PT TGM lalu mengapa PT KMI menandatangani MOU dengan PT TGM pada tahun 2012? Ini sama saja seperti PT TGM sebagai pemilik rumah menyewakan rumah ke PT KMI dimana PT KMI membuat dekorasi interior yang mahal, karena PT KMI tidak membayar sewa maka PT TGM memutuskan kontrak. Setelah PT TGM memutus kontrak kemudian PT KMI mengklaim bahwa rumah milik PT TGM adalah milik PT KMI dan mulai membuat narasi bahwa uang pembangunan rumah yang digunakan PT TGM berasal dari PT KMI. Apabila benar PT KMI adalah pemilik rumah maka mengapa PT KMI membuat perjanjian sewa menyewa rumah dengan PT TGM? Dan mengapa PT KMI saat membeli tanah dan membangun rumah tidak menggunakan namanya sendiri? Setelah kontrak diputus PT KMI teriak-teriak dan lapor polisi bahwa rumah yang disewanya adalah miliknya. Dimana logika hukumnya? Dan mengapa jika benar uang pembangunan rumah dan pembelian tanah berasal dari PT KMI, ia baru melapor ke polisi setelah 10 tahun? Apakah PT KMI bisa buktikan legalitas kepemilikan rumahnya? Inilah analogi cerita sederhana dari kasus sengketa tambang batubara antara PT TGM dan PT KMI”  Ujar Onggo selaku kuasa hukum PT TGM.
 
 
Saat ini Hery yang telah berusia lanjut merasa dizolimi karena bertahun-tahun harus melalui proses penyidikan yang melelahkan, padahal menurut Hery semua yang dituduhkan adalah tidak benar dan berharap agar Kepolisian benar-benar dapat mencermati apa motif laporan KMI terhadap dirinya. Bahwa dalam sengketa tambang batubara ini ditengarai ada orang-orang asing WNA China di belakang PT KMI sebagai pemodal dan berada di belakang layar kasus ini. Menurut H. Onggowijaya, S.H., M.H. ada beberapa nama orang WNA China seperti Lee Jun Liang dan Mr. Wang yang diduga sebagai pemodal PT KMI dan yang mem-backup Wang Xiu Juan. 
 
 
“Kami telah bertemu banyak orang yang mengaku sebagai wakil PT KMI diantaranya ada Mr. Wang, IY yang mengaku sebagai kuasa dari PT KMI, CH yang mengaku sebagai wakil PT KMI, dan mereka semua mengatakan bahwa uang modal PT KMI yang digunakan dalam kegiatan penambangan berasal dari penghimpunan dana masyarakat di Fujian China sekitar 600 miliar, Kami tidak ada hubungan hukum dengan masyarakat di China dan itu adalah  tanggung jawab dan risiko usaha PT KMI karena tidak membayar hak bagi hasil kepada PT TGM. Seharusnya penyidik bareskrim memeriksa Lee Jun Liang WNA China dan diselidiki dari mana klaim PT KMI telah berinvestasi 600 miliar? Kami juga menduga bahwa laporan SPT Pajak PT KMI tidak sesuai dengan pengakuannya berinvestasi di PT TGM sekitar 600 miliar, oleh karena itu Kami meminta Ditjen Pajak segera mengusut PT KMI dan PT KPM (perusahaan afiliasi PT KMI), dan seluruh kontraktor tambang atau afiliasi yang terlibat permasalahan PT KMI ini, sangat kuat  dugaan ada kerugian negara dalam perkara ini yang melibatkan PT KMI.” Tegas Onggo.
 
 
Lebih lanjut Onggo menjelaskan bahwa PT TGM merasa diperas pihak-pihak tertentu yang mengaku sebagai wakil dari PT KMI yang meminta PT TGM  untuk mengganti rugi  600 miliar kepada PT KMI dengan dalih upaya mendamaikan kedua belah pihak, padahal PT KMI sendiri di pengadilan meminta ganti rugi 18,3 miliar. Selain itu Hery sebagai pemegang saham PT TGM juga merasa tidak diperlakukan adil dan hak-hak nya tidak dipenuhi oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri. Ia pernah diperiksa secara marathon  dari jam 10 pagi  sampai jam 2 pagi, dan turunan BAP tanggal 18 dan 22 Oktober 2021 sampai dengan saat ini tidak diberikan oleh penyidik padahal itu adalah hak yang ditetapkan UU. Menurut Hery, ia pernah diperlihatkan hasil audit keuangan yang berubah-ubah yang disajikan oleh PT KMI, padahal Hery merasa sama sekali tidak pernah dimintakan audit rekening pribadinya. H. Onggowijaya dalam siaran persnya mengatakan bahwa ada regulasi Peraturan Menteri Keuangan  Nomor 17 /PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik yang membatasi audit keuangan adalah maksimal 6 tahun dan ia menyesalkan mengapa penyidik menggunakan bukti audit yang disajikan PT KMI yang sudah lebih dari 6 tahun.
 
 
“ Klien Kami pernah diperiksa dari jam 10 pagi sampai jam 2 pagi lagi, itu jelas suatu pelanggaran HAM sebagaimana diatur Perkap 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar HAM  Dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian, sesungguhnya perkara ini adalah permasalahan hukum perdata dan seluruh uang yang  dikeluarkan KMI  sejak penandatangan MOU merupakan kewajiban PT KMI yang lahir dari suatu hubungan kontraktual dalam lingkup hukum perdata, Klien Kami Heri pernah diperiksa pada tanggal 18 dan 22 Oktober 2021 sebagai Tersangka, tetapi sampai hari ini Kien Kami belum pernah diberikan Turunan BAP nya oleh kepolisian padahal Kami telah  meminta turunan BAP tersebut melalui surat sebagaimana hak tersangka yang diatur oleh UU. Bayangkan kasus pidana ini sangat dipaksakan naik padahal perkara perdata masih berjalan. Kami menghimbau agar sebaiknya proses hukum terhadap Klien Kami menunggu putusan perkara perdata yang telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana diatur pasal 81 KUHP.” tutur kuasa hukum PT TGM yang akrab dipanggil Onggo.
 
 
“Kami mencermati bahwa salah satu bukti audit keuangan  yang digunakan dalam proses penyidikan terhadap Klien Kami diduga adalah bukti yang ilegal dan cacat formil. Karena ada pembatasan jangka  waktu audit keuangan  berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan  Nomor 17 /PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik. Dalam Permenkeu tersebut batasan audit laporan keuangan adalah maksimal 6 tahun, lalu bagaimana pihak KMI bisa mengajukan audit dari 2008 dan anehnya penyidik seakan-akan menutup mata atas hal ini. Diduga audit keuangan dilakukan tahun 2020 atau 2021 terhadap historis keuangan tahun 2008-2012, ada apa ini dan apakah ada pihak-pihak yang melakukan intervensi atas kasus ini?  Jika audit tahun 2008 – 2012 seharusnya bukti audit keuangan dilakukan selambatnya- lambatnya tahun  2014 – 2018. Kami akan mengambil langkah hukum tegas baik perdata maupun pidana terhadap setiap Akuntan Publik yang melanggar hukum dalam perkara ini”  Tutup H. Onggowijaya, S.H., M.H.

0 Komentar