Senin, 26 September 2022 13:52 WIB

BPOM Janji Telusuri Peredaran Gula Oplosan di Medan

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan menelusuri peredaran gula oplosan yang kini marak di Medan, Sumatera Utara.

Hal itu ditegaskan Kepala BBPOM Kota Medan, Martin Suhendri, usai menerima laporan peredaran gula oplosan tersebut, Senin (26/9/2022). "Kami dari Balai POM Medan kalau dapat lokasi siap menindaklanjuti dengan instansi terkait. Karena kami mengawasi mutu siap turun ke lapangan dan akan kami beli untuk diuji di laboratorium,” tegas Martin.

Martin menegaskan, peredaran (tata kelola) gula sejatinya merupakan kewenangan Kementerian Perdagangan maupun Dinas Perdagangan di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Namun BPOM berkewenangan dan berkewajiban memastikan gula yang beredar sesuai dengan keamanan pangan.

“Begitupun pada pokoknya, BBPOM Medan siap bekerjasama dengan instansi lain dalam menindaklanjuti masalah ini,” paparnya.

Menyangkut, Gula Kristal Rafinasi dan Gula Kristal Putih memiliki unsur yang sama namun Gula Kristal Putih memilik SNI yang dalam pengawasan BBPOM Medan dalam wilayah kerja mereka. “Gula Rafinasi dan Gula Kristal Putih memiliki unsur yang sama. Namun Gula Kristal Putih memiliki SNI dan diawasi BBPOM dalam peredarannya,” kata Martin Suhendri.

Selain BPOM, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara juga telah menyatakan kesiapannya untuk menelusuri peredaran gula oplosan ini. "Ini sedang kita telaah laporannya. Setelah itu nanti kita tentukan langkah selanjutnya," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumut, Yos Arnold Tarigan.

Diberitakan sebelumnya, masyarakat di wilayah Kota Medan dan sekitarnya kini harus waspada akan peredaran gula konsumsi kemasan berlogo 'G' yang diduga hasil oplosan dari gula rafinasi. Gula kemasan itu diproduksi dari PT PIR, salah satu perusahaan yang beroperasi di Medan, Sumatera Utara.

Padahal sesuai Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.527/MPT/KET/9/2004, gula rafinasi hanya diperuntukkan bagi industri sebagai bahan baku atau zat tambahan dalam proses produksi. Produsen gula rafinasi dilarang menjual gula rafinasi kepada distributor, pedagang eceran, dan konsumen.

Pasalnya, produk ini berpotensi menyebabkan sejumlah masalah kesehatan, seperti mempercepat penambahan berat badan, kondisi gula terlalu tinggi dalam darah (hipoglikemia), kekurangan vitamin dan mineral, hingga meningkatkan risiko diabetes tipe 2 dan meningkatkan risiko penyakit jantung.

Penegak hukum pun diminta segera turun tangan menelisik peredaran gula oplosan ini. Karena selain membahayakan selisih harga yang mencapai Rp 4 ribu per kilogram antara gula rafinasi dan gula kristal putih kemasan, akan membuat praktik pengoplosan ini semakin meluas. Perwakilan manajemen PT PIR, Dono Jumadi, menyebut pihaknya menjalankan operasional usaha mereka sesuai aturan perundang-undangan.

Bahkan dia mengaku rutin melakukan uji bahan baku ke Balai POM dan Majelis Ulama Indonesia. “Kalau kami legal. Sesuai aturan. Sampel bahan terus diawasi dan diuji oleh Balai POM dan MUI,” katanya.

Ia menjelaskan, pihaknya memproduksi gula kemasan 50 Kg merk ‘G’ bervitamin dan memiliki pasar di Sumatera Utara. “Kami gula vitamin dan pasar kami di Sumatera Utara. Bahan baku kami dari Jawa. Kalau kemasan kecil dikemas dari Jawa,” tukasnya.

Disinggung penggunaan Gula Kristal Rafinasi dalam produk mereka, Dono Jumadi tak menampik. Ia mengaku gula rafinasi digunakan saat kebutuhan sedang tinggi. “Itu tergantung kebijakan manajemen pak. Kalau kebutuhan tinggi, maka digunakan juga. Yang jelas hasilnya sesuai dengan baku mutu untuk di pasarkan ke konsumen,” tegasnya.(fik)


0 Komentar