Senin, 07 November 2022 22:35 WIB

Jumlah fintech di Indonesia Tumbuh Pesat dengan Transaksi yang Terus Berakselerasi

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi keuangan digital. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pemerintah bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) serta asosiasi dan pelaku industri kembali memperkuat sinergi melalui Indonesia Fintech Summit (IFS). Ajang IFS akan digelar di Bali pada 10-11 November 2022.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Pandu Sjahrir menjelaskan, IFS akan kembali menghadirkan perusahaan-perusahaan fintech anggota Aftech, juga regulator seperti Bank Indonesia dan OJK, serta para pemangku kepentingan lain di industri fintech, baik dari dalam maupun luar negeri.

“Sebagai Asosiasi yang resmi ditunjuk oleh OJK untuk menaungi penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD), ajang IFS menjadi upaya Aftech untuk meraih visi, yakni mendorong inklusi keuangan melalui layanan keuangan digital,” beber Pandu dalam konferensi pers di Wisma Mulia 2, Jakarta, Senin (7/11/2022).

Sementara itu, Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BO) Dudi Dermawan mengungkapkan, jumlah fintech di Indonesia tumbuh pesat dengan transaksi yang terus berakselerasi. Menurut Dudi, pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari upaya dan peran asosiasi fintech serta berbagai asosiasi terkait lainnya.

"Kolaborasi dan sinergi antara regulator dan fintech perlu terus diperkuat untuk mendukung dan mengawal berbagai inisiatif strategis dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi dan integrasi keuangan serta mengakselerasi digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia,” tuturnya.

Dia menjelaskan dalam penyelenggaran IFS tahun ini, BI bersama Aftech dan OJK mengangkat berbagai tema yang masih sejalan dengan topik pada Presidensi G20 Indonesia. Dudi menambahkan, Presidensi G20 Indonesia mengangkat pengembangan pembayaran lintas negara (cross-border payment) sebagai salah satu agenda prioritas.

"Dalam mewujudkannya, interoperabilitas yang dicapai melalui kerja sama lintas batas internasional perlu diperkuat di tengah peningkatan digitalisasi ekonomi dan keuangan, termasuk percepatan digitalisasi menuju inklusi ekonomi-keuangan, remitansi, perdagangan ritel, dan UMKM,” paparnya.

Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono menyampaikan, penguatan sektor keuangan digital ini dapat dilihat dari segi sisi supply dan demand. Di sisi supply, saat ini OJK berkolaborasi dengan seluruh elemen ekosistem keuangan digital tengah mempersiapkan infrastruktur seperti e-KYC, tanda tangan elektronik, dan digital ID serta perangkat keamanan siber yang diyakini mampu meningkatkan tata kelola dan tingkat keamanan dalam bertransaksi melalui layanan dan produk keuangan digital.

"Di sisi demand, masyarakat juga harus disiapkan dengan literasi keuangan digital yang memadai sehingga paham akan risiko-risiko dalam bertransaksi melalui produk dan layanan keuangan digital. Saya kira peran asosiasi juga cukup sentral di kedua sisi”, tukasnya.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menyambut antusias IFS dan Bulan Fintech Nasional (BFN). Adrian berharap, IFS dan BFN kali ini bisa menghasilkan gagasan-gagasan signifikan, khususnya untuk mengoptimalkan potensi industri fintech yang berasal dari kebutuhan riil masyarakat.

Dia menyontohkan lahirnya industri fintech lending yang didorong tingginya credit gap di Indonesia, yakni mencapai Rp1.650 triliun per 2018, khususnya di kalangan masyarakat unbanked dan underserved. Kehadiran fintech lending diharapkan bisa menjadi salah satu solusi dari masalah tersebut.

“Industri fintech lending terbukti dapat memberikan kemudahan layanan finansial di tengah masih banyaknya masyarakat Indonesia masih masuk ke dalam kategori unbanked,” tuturnya.

“Hingga September 2022 industri ini berhasil mencatatkan agregat penyaluran pendanaan mencapai Rp455 triliun yang disalurkan oleh 960.396 pemberi pinjaman atau lender kepada 90,21 juta penerima pinjaman atau borrower," imbuh Adrian.(des)


0 Komentar