Kamis, 03 Maret 2016 23:59 WIB

Pengusaha Layar Tancap Bertahan Hingga Tak Ada Lagi Penonton

Editor : Yusuf Ibrahim
Laporan Hendrik Simorangkir

TANGERANG SELATAN, Tigapilarnews.com- Sebagai salah satu jenis hiburan rakyat yang sempat popular di era 1970-an hingga 1980-an, layar tancap, kini nyaris tinggal kenangan.

Di masa jayanya, hampir disetiap hajatan, mulai dari pernikahan, khitanan, mungkin sampai perayaan hari kemerdekaan, layar tancap selalu jadi primadona yang ditunggu-tunggu penonton. Sekalipun, rela berhimpitan hingga sang fajar menjelang.

Menjamurnya stasiun televisi lokal dan nasional yang kerap menyiarkan film-film bagus dan banyaknya bioskop berbiaya murah, menjadikan layar tancap tak lagi diminati penonton.

Sepinya peminat, berdampak langsung kepada pemilik usaha penyewaan layar tancap. Salah satunya Masin (57), pemilik usaha penyewaan layar tancap di kawasan Jelupang, Serpong Utara, Tangerang Selatan.

Masin mengaku, dulu dia sempat merajai bisnis tersebut hingga akhir tahun 1980-an. “Dulu, dalam sebulan saya hanya libur empat hari. Tapi sekarang, sebulan paling muterin film tiga kali aja sudah bagus banget,” keluhnya kepada Tigapilarnews.com (03/03/2016).

Masin mengaku alasannya menggeluti usaha layar tancap, karena dirinya sangat menyenangi film. “Saya suka banget nonton film. Kalau sudah nonton, stres saya jadi hilang,” ujarnya.

Masin saat ini memiliki koleksi sebanyak 60 judul film yang diproduksi tahun 1970 hingga 2000. Ia mengaku membeli film dari Departemen Penerangan yang pada saat itu masih ada. “Sekarang saya bingung beli film dimana lagi. Karena Departemen Penerangan sudah nggak ada,” katanya,

Masalah perawatan, Masin pun kesulitan untuk menjaga peralatan layar tancapnya seperti proyektor dan film, agar tetap dalam kondisi prima. Proyektor yang dimiliki Masin cukup tua, diproduksi tahun 1984, sehingga kini sering macet saat memutar film.

“Film-film yang saya punya kualitas gambarnya sudah nggak terang lagi. Film sebenarnya memiliki masa waktu, semakin tua usianya maka gambarnya semakin nggak bagus,” jelasnya.

Masin sendiri memasang harga Rp 350 ribu hingga Rp 700 ribu untuk satu malam. Dengan harga itu, konsumennya mendapat lima judul film yang berbeda dengan durasi waktu delapan jam.

Kini, Masin dan layar tancap tinggal menunggu waktu. Masin sadar, ia dan bisnisnya suatu saat nanti akan punah. Walau demikian, Masin yang mengaku sangat mencintai film, bertekad terus menjaga hiburan rakyat itu agar terus bertahan.

“Saya akan tetap meneruskan bisnis ini hingga sudah nggak ada lagi orang yang mau menonton layar tancap,” tekadnya.(exe)
0 Komentar