Kamis, 08 September 2016 13:00 WIB

Pakar: PKS Seharusnya Menganulir Putusan Memecat Fahri dan Minta Maaf

Editor : Rajaman
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengatakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa penyadapan terhadap Mantan Ketua DPR yang kini menjadi Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto dalam kasus Papa Minta Saham adalah ilegal sekaligus juga membuktikan bahwa pembelaan yang dilakukan Fahri Hamzah terhadap mantan rekannya di pimpinan DPR itu tidak salah.

Keputusan itu menurut Margarito seharusnya sekaligus menganulir keputusan PKS yang memecat Fahri Hamzah sebagai wakil ketua DPR dan sebagai kader PKS karena salah satu butir kesalahan Fahri Hamzah yang dijadikan dasar untuk memecat Fahri menjadi mengada-ada.

"Oleh karena salah maka alasan itu tidak bisa dipakai untuk mengambil tindakan hukum yang menghilangkan hak, menangguhkan atau mengkesampingkan hak seorang Fahri Hamzah,” ujar Margarito saat dihubungi, Kamis (8/9/2016).

PKS menurutnya tidak bisa lagi menggunakan alasan itu hanya sekedar mempertahankan ego untuk memecat Fahri hamzah karena jelas putusan MK itu memiliki fakta sehingga putusan PKS memecat Fahri tidak sah dan tidak valid.

”Sekali lagi karena dasar dan alasannya tidak valid maka tidak bisa dijadikan untuk menghukum seseorang,” tambahnya.

Margarito memahami bahwa PKS dalam hal ini sudah salah memberikan alasan pemecatan Fahri dan seharusnya PKS menarik atau mencabut keputusannya memecat Fahri Hamzah.

”Tapi Partai kan selalu lebih besar dari kader dan pastinya malu untuk mengakui hal itu. Saran saya, lebih baik PKS dan para elitnya minta maaf secara diam-diam,” jelasnya.

PKS dan para elitnya bisa saja memanggil Fahri secara beradab dan akuntable dan meminta maaf secara langsung tanpa harus menimbulkan kegaduhan diluar. Dengan demikian partai berlandaskan Islam itu tetap bisa dianggap memilihara ukuwah islamiah dan akan muncul lagi kedamaian di partai tersebut.

“Panggil Fahri secara beradab dan akuntable, bicara dari hati ke hati dan meminta maaf karena sudah merepotkan sambil mengatakan anda harus melanjutkan tugas anda menjaga marwah PKS dan Islam dan kemudian dilanjutkan dengan jabata tangan.D isini nanti akan terlihat nilai ukuwah Islamiyahnya. Setelah itu dilanjutkan dengan bersama-sama mendatangi pengadilan untuk mencabut gugatan,” ujar Margarito.

Dengan keputusan itu, Margarito pun berharap, Setya Novanto yang sempat menjadi korban dari aksi ilegal itu mau membantu Fahri Hamzah dengan permasalahannya.
“Ketika dia susah Fahri membela dan membelanya berdasarkan kebenaran. Maka berdasarkan kebenaran pula seharusnya kini Novanto membela Fahri. Novanto harus menunjukkan dirinya berada diatas garis kebenaran dan bukan semata-mata yang menyangkut dirinya saja,” tegasnya.

Novanto lanjut Margarito, bisa menunjukkan solidaritas dalam pertemanan, berbangsa dan bernegara. Novanto harus berpikir bahwa cukup dia saja yang dijadikan korban dari praktek ilegal penyadapan itu dan tidak boleh lagi ada korban selanjutkan seperti Fahri yang telah membela dirinya dan menegaskan kebenaran.

”Setya Novanto jangan diam-diam saja, ambil langkah yang diperlukan bahwa semua segala terakhir. Cukup sudah, jangan ada lagi korban selanjutnya selain dirinya dalam masalah ini,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kembali menyinggung soal pemecatannya dari Partai Keadilan Sejahtera karena membela Setya Novanto yang diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta saham Freeport.

Sebelumnya Fahri Hamzah sendiri dalam ciutannya di sosial media menyinggung kemenangan Setya Novanto atas kasus Papa Minta Saham bahwa penyadapan tersebut ilegal justru menyanyakan posisinya saat ini yang masih dipecat pasca karena alasan membela Novanto.

"Tapi gara2 membela posisi SN saya dipecat..sekarang SN dibela MK Nasibku gimana dong?..hehe..," kata Fahri melalui akun Twitternya @Fahrihamzah, Rabu (7/9/2016).

Diketahui, Pada Rabu kemarin, MK menerima sebagian gugatan uji materi yang diajukan oleh Setya Novanto, terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan. Pasal yang diuji yakni Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2, Pasal 44 huruf b dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Pasal 26 A UU KPK.

Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dalam sidang putusan mengatakan bahwa ada kekurang-lengkapan peraturan terkait penyadapan.

Maka dari itu, gugatan uji materi yang diajukan pemohon menjadi beralasan secara hukum. "Untuk melengkapi hal itu, dalam pertimbangan Mahkamah, yang termasuk di dalamnya tidak semua orang bisa melakukan penyadapan, maka pemberlakuan bersyarat dalam UU ITE beralasan secara hukum," pungkas dia.
0 Komentar