Senin, 13 Februari 2017 21:18 WIB

Mendagri Minta Saran MA soal Ahok

Editor : Yusuf Ibrahim
Tjahjo Kumolo. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengatakan akan mendatangi Mahkamah Agung (MA) untuk berkonsultasi terkait gugatan yang beberapa pihak terkait penonaktifan Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama (Ahok).

"Saya kira sebagai warga negara, kami ikut saja. Kami hargai semua pendapat, kami rencanakan untuk paling lambat besok (Selasa, 14/2) pagi menyampaikan ke MA," kata Tjahjo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/02/2017).

Hal itu, menurut dia, terkait gugatan yang dilayangkan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena status Ahok hingga saat ini belum dinonaktifkan.

Tjahjo mengatakan pihaknya akan menginventarisasi persoalan penonaktifan Ahok, seperti penandatangan surat pemberhentian kepala daerah karena status terdakwa dan kasus yang menggunakan dakwaan alternatif.

Dia menjelaskan selama ini bagi pejabat maupun kepala daerah yang tersangkut hukum dengan dakwaan yang jelas seperti Operasi Tangkap tangan (OTT) langsung diberhentikan.

"Sementara, untuk kepala daerah yang menjadi terdakwa dengan dakwaan di bawah lima tahun, tidak diberhentikan. Untuk kasus Ahok pihaknya menerima register dari pengadilan, bahwa terdapat dakwaan alternatif," ujarnya.

Dia mengatakan Kemendagri ingin tahu apakah ini salah atau benar, karena semua orang punya tafsir, maka pihaknya minta kepada MA yang lebih adil.

Ahok ditetapkan terdakwa dengan dikenakan dua pasal yakni Pasal 156 dan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam pasal 156 ancaman hukuman paling lama empat tahun, sementara pasal 156a ancaman hukuman paling lama lima tahun.

Penonaktifan kepala daerah diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda) khususnya Pasal 83 Ayat (1), (2), dan (3).

Pasal 83 ayat (1) UU Pemda menyebutkan bahwa Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 83 ayat (2) UU Pemda menyebutkan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

Pasal 83 ayat (3) UU Pemda menyebutkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil walikota.(exe/ist)